Perjalanan pendek ini hanyalah sebuah pemanasan sebelum aku
berangkat bersepeda dan mendaki 5gunung 2013. Rencana ini ku utarakan pada
temanku, juned untuk menemaniku seminggu yang lalu saat aku dan juned berkemah
di balkon rumah menghabiskan malam minggu. Dalam perjalanan ini aku berharap
juned bisa ikut agar dia bisa membantuku mengambil gambar untuk dokumentasi
perjalanan bersepeda dan mendaki bukit munara.
Perjalanan menuju bukit munara kurencanakan pada hari sabtu
dan berangkat setelah aku selesai menuntaskan kerjaanku sebagai kuli panggul di
pasar. Sedang pendakian ke bukitnya akan dilakukan pada tengah malam, karna
pendakian ke bukit munara tidaklah lama, hanya memakan waktu sekitar satu jam.
Lalu sambil menunggu hari sabtu, aku berbagi tugas dengan
juned, selaku pendamping dalam pendakian ini. Merencanakan apa saja barang yang
aku bawa dan apa saja yang dibawa juned. Hal ini cukup penting juga agar kami
tidak saling memberatkan barang bawaan dalam tas daypack yang akan kami bawa
masing masing.
Singkat cerita, seminggu telah berlalu dari obrolanku dgn juned
di balkon rumahku. hari itu hari sabtu tanggal 6 april 2013. Pagi2 aku bangun,
semua perlengkapan yg akan kubawa sudah kupersiapkan dgn matang dan kutaruh dikamar.
Lalu aku mandi dan sarapan pagi, sebelum akhirnya aku berangkat ke ujung gang
pasar mendorong sebuah gerobak kayu yg sudah keropos dimakan terik matahari dan
hujan. Gerobak ini adalah sarana aku utk
mempermudah membawa barang yg akan aku kuli ke toko2 dari mobil bok droping yg
masuk ke gang pasar. Ya walau hanya sebuah gerobak butut tapi benda ini sudah
sgt membantu pekerjaanku sebagai kuli angkut di pasar dekat rumahku tinggal.
Aku memang seperti ini, aku hidup dari pekerjaan kasar yg
aku lakoni, tapi pekerjaan ini sudah membuatku bahagia, aku tak pernah iri dgn
teman2ku yg bekerja asyik dikantor2 atau teman2ku yg sudah maju atas
pekerjaannya, bagiku menikmati pekerjaan dan mensyukuri rejeki yg seadanya adalah hal yg sederhana, namun
mendamaikan hati. Bagiku pekerjaan adalah tanggung jawabku akan usaha mencari
nafkah utk anakku dan membantu ibuku. Sekarang ini tak terlintas dibenakku utk
menikmati hasil keringatku utk kemauanku atau ambisiku. Aku tak pernah berpikir utk menjadi kaya atau
mengada ada hidup dgn membeli barang2 mewah, yg ada diotakku, aku hanya ingin
hidup sederhana dan mencari kedamaian. Apalagi setelah aku mengalami tragedi
jiwa, hidup bagiku adalah berusaha utk ibadah, anak, ibu dan petualangan. Tak
ada tujuan utk mencari sensasi hidup.
Dalam melakoni pekerjaan ini, disaat tengah hari aku
berusaha sempatkan utk istirahat dan menunaikan dzuhur. Setelah itu kembali
bertarung memeras keringat membawa barang ke toko2 dari mobil bok yg masuk ke
gang pasar. Sedangkan Kalau sedang belum ada mobil bok yg masuk, biasanya aku
nongkrong di bengkel dynamo sebelah gang, aku banyak bertukar pikiran ato guyon
dgn pak haji sang pemilik bengkel. Keseharian ini aku lakukan dgn pemikiran
mengalir saja tanpa ingin berpikir yg neko neko. Bagiku nafas yg tersisa ingin aku manfaatkan
dgn sebenarnya, aku ingin menjadi manusia yg menjalani hidup dgn apa adanya..
karna hidup bagiku Cuma proses menuju mati. Dimana didalam prosesnya kita harus
mengerti menapakinya..
Tak terasa hari sudah menjelang sore, saat waktu menunjukkan
ba’da ashar, aku sudah bersiap siap, aku
hanya menunggu kalau2 masih ada mobil bok yg masuk gang. Dan ternyata hari ini,
lepas jam4 sore mobil bok memang sudah tak ada lagi yang masuk gang, lalu aku
bergegas pulang, menyiapkan perlengkapan ke dalam daypack dan menyiapkan sepeda
yg sudah stanby di halaman rumahku.
Setelah semua beres, lalu aku pamit pada ibuku dan mencium
tangannya, aku juga tak lupa pamit pada kakak perempuanku. Kakak yg sama2
berada dirumah ini, yg hidup bersama ibuku.
Dengan basmalah, aku mulai mengayuh sepeda menyusuri jalan raya menuju parung, dimana aku dan
juned sudah berjanji akan bertemu disana . namun baru 1km aku mengayuh sepeda,
hujan turun rintik2 yg semakin lama semakin menjadi hujan walau hujan yg tak
begitu deras, namun cukup membuat kaosku basah, diujung depok sana, dimana
juned tinggal, juned mengabarkan bahwa depok sedang dilanda hujan deras .
Aku mengayuh sepeda melewati
rute areal PRJ, pasar baru, hayam wuruk, monas, thamrin, sudirman terus
kearah ciputat. Dalam kayuhan ini, pikiranku melayang jauh 4bulan yg lalu, aku
mengayuh dalam keadaan sedih, bayanganku mengingatkan aku saat mengawal coni yg
sedang mengayuh sepeda dari sunter ke pamulang menuju rumah kontrakan kakaknya setelah dia
bersepeda ke pekalongan seorang diri.
Coni adalah wanita yg sangat kucintai, yg telah menemaniku
selama 9bulan, berbagi suka dan duka namun yg pada kenyataannya akhirnya dia
pergi meninggalkanku dan berganti membenciku dgn alasan yg tak kumengerti dalam
keputusannya yg janggal dan pikirannya yg berubah drastis. Dia mengambil
keputusan dalam keadaan emosi dan dalam intervensi keluarga besarnya yg kurang
menyukaiku. Dan akhirnya hubungan yg telah kami bina berakhir dgn tragedi
jiwaku. Aku terpuruk dalam hidupku yg terluka. Padahal awalnya Cuma dari
selisih yg bermula dari guyonan.. ah sungguh hal yg tak pernah aku sangka2 dan
jauh dari nalarku. Hidup kadang emang aneh untukku.. sebuah cinta yg kuingin
menjadi yg terakhir tapi berujung airmata..padahal aku mencintainya karna ALLAH swt..
Aku terus mengayuh dalam hujan, setiap kayuhanku aku
merenung dan melayang jauh, aku membayangkan saat2 masih berdua dan bahagia dgnnya.
Jalur antara sunter ciputat pamulang adalah jalur kenangan
yg tak pernah bisa kulupa. Jalur ini sudah tak terhitung kulalui bersamanya
dalam deru motorku, asyik berboncengan dan penuh mesra. Setiap jengkalnya
adalah nyanyian hati, nyanyian cinta, yg pernah tumbuh dgn sangat dasyatnya,
terhadap coni. Tak ada yg indah dari jalur lain selain yg kulalui ini bersama coni dulu.
Saat aku memasuki ciputat, aku berhenti sejenak menepikan
sepedaku, kaosku sudah sgt kuyub, badanku mulai kedinginan, lalu kaos dan
sarung tangan kubuka dan kuperas agar air yg meresap bisa berkurang, setelah
itu kukenakan kembali. Lumayan, bisa terasa lbh hangat daripada sebelum kuperas,
lalu aku kembali mengayuh sepeda menyusuri jalan ciputat raya itu menuju
parung.
Aku mengayuh sudah
melewati magrib, hari sudah malam dan sepeda aku pasang lampu belakang dan
depan agar keberadaanku terlihat pengendara motor atau mobil di belakangku,
aku tak mau konyol, tertabrak kendaraaan
lain karna tak adanya lampu belakang dan depan. Aku tetap mengayuh dalam jalan
yg sebagian tak diterangi lampu jalan. Aku semakin berhati hati dlm mengayuh
sepeda, karna baru kali ini aku bersepeda dalam malam dan dalam hujan. Dalam hatiku
aku banyak berdoa agar perjalananku yg tak terlalu jauh ini tanpa kendala apa
apa.
Saat melewati wilayah pamulang kayuhan kupelankan, aku
sedikit mencoba menghikmah, mengingat tentang suasana dulu, suasana kenangan
saat masih bersama coni. Bahkan aku teringat pada sebuah pom bensin dimana aku
mengimami coni sholat magrib di musholanya. Ah sungguh mudah aku bersedih,
terlalu tipis hatiku, waktu memang tak pernah bisa ditebak, kini aku lunglai
dalam bayanganmu…
Aku kembali menguatkan kayuhanku, jalanraya yg kulalui
kuhajar dgn kuat, aku mengayuh agak bergegas, aku ingin cepat sampai parung.
Saat aku melewati sawangan dan persimpangan depok, aku kabarkan posisiku pada
juned, dgn maksud dia juga cepat sampai diparung.tapi tak ada balasan, aku
terus mengayuh dan baru berhenti saat aku tiba di parung. Aku menunggunya di
depan salah satu minimarket.
Juned tetap tak ada kabar, hingga membuatku sedikit kecewa,
dia tak mengontrol posisiku padahal seharusnya dia selalu mengontrol dgn
melihat handphone nya, karna aku selalu mengirim sms. Akhirnya kuhubungi
temanku yg lain yg tinggal di parung, abu.. Tanpa menunggu lama, dia membalas sms dan
mengajakku utk minum kopi di mess tempatnya bekerja. Tapi karna aku lupa
jalannya, akhirnya dia yg menuju tempat dimana ku menunggu juned. Tanpa
menunggu lama aku menuju mess nya mengikuti dia yg menggunakan sebuah
motor. beristirahat sejenak, numpang
solat dan minum kopi, sedang juned ternyata mengalami mogok motor
dipersimpangan depok. Dia meminta bantuan bayu, temannya utk menariknya menuju
mess abu.
Saat aku sedang santai menikmati segelas kopi setelah usai solat, tak beberapa
lama, juned dan bayu tiba. Lalu kami terlibat pembicaraan ringan. Aku
mengatakan pada juned kalo perjalanan dilanjutkan tengah malam saja, biar
kondisiku lebih fit setelah bersepeda hujan2an selama hampir 3jam.
Tanpa direncanakan, abu mengajak bayu utk ikut mendaki bukit
munara, ikut pada perjalananku dan juned. Mungkin dalam hati abu dgn
pertimbangan ingin menyaksikan sepeda sampai dipuncak munara, atau bagaimana
gayaku saat sedang mendaki bersama sepeda, Mungkin… tapi yg jelas abu dan bayu
sudah biasa main ke munara, bahkan lebih sering daripada aku yg masih belajar
mencium munara.
Setelah hasilnya positif, abu dan bayu menyiapkan
perlengkapan simple utk mendaki munara, jam setengah dua belas malam kami mulai
bersiap berangkat, aku mengayuh sepeda, bayu sendiri dgn motornya, sedang juned
terpaksa dibonceng abu karna motornya yg masih ngambek mogok dan terpaksa
terdiam di parkiran tempat abu bekerja.
Dari persimpangan parung ciseeng, aku mengayuh sepeda dgn
kawalan sorot lampu motor abu, sedang bayu melesat ke depan seperti ada yg dia
cari. Aku terus mengayuh dgn sisa semangat, maklum selama ini aku tak pernah
bersepeda semalam ini. Tiap tanjakan aku lalui dgn senyum yg mengantuk,
keringat kembali membasahi tubuhku. Aku terus mengayuh mengikuti jalan yg
membentang kedepan. Saat baru beberapa kilo aku mengayuh, abu mengisyaratkan
berhenti, rupanya abu berbelok ke sebuah mini market pinggir jalan, dimana bayu
sudah duluan berada disitu, rupanya mereka ingin membeli sedikit tambahan logistic
utk bekal di munara.
Sebelum mereka selesai berbelanja, aku sms juned, kalo aku
ingin melanjutkan perjalanan duluan agar aku tak menunggu lama. Dgn
pertimbangan toh mereka bisa menyusul dgn cepat karna kecepatan sepeda dgn mudah dikejar kecepatan motor.
Kulanjutkan perjalanan bersepeda dimalam itu dgn menahan
dinginnya, tiap kayuhan kurasakan dgn kesabaran agar aku tak patah semangat dan
tetap bertahan dalam kayuhan yg konstan sampai desa dikaki bukit munara sana,
apalagi jalan yg kulalui banyak terdapat jalan yg rusak parah yg membuat pantat
terasa sakit saat melewatinya. Aku terus
mengayuh, dibelakangku abu sudah terlihat dan berusaha mengimbangiku dgn sorot
lampu motornya agar aku dapat melihat jalan dgn baik, sedang bayu beriring
dibelakang abu.
Malam itu adalah malam dimana aku pertama kalinya bersepeda
dgn ritme yg tak kusukai. Bersepeda dalam dingin, melewati jalan rusak, melewati tanjakan jalan rusak dan
mengayuh dalam keadaan mata yg mengantuk. Sungguh hal ini adalah sejarah dalam
kayuhan sepedaku.
Setelah sekitar 2jam mengayuh sepeda, akhirnya aku tiba di
desa kaki bukit munara dan langsung ke rumah pak RT setempat disusul abu, juned
dan bayu dibelakangku. Rumah pak RT
emang selalu dijadikan tempat menitipkan motor bagi pendaki yg ingin mendaki ke
munara. Sedang aku yg masih pemula hanya mengikuti kebiasaan 3 temanku itu.
Sejenaklah kami beristirahat sambil
menarik nafas agar lbh tenang, sebelum bergerak keatas. Pak RT langsung terbangun, begitu mendengar
suara motor yg memasuki halaman depan rumahnya, baginya hal itu emang biasa,
apalagi kalau malam minggu seperti pas kami datang itu.
Sedikit bincang2 dan guyon adalah kebiasaan juned, wajahnya
udah familiar dimata pak RT. Sedang aku yg hanya anak bawang mendengarkan saja
obrolan mereka.
Abu yg merasa matanya agak sepet langsung membuka kopi saset
dan mengambil airpanas yg ditawarkan pak RT. Abu dan pak RT lalu minum kopi
together, aku hanya ngerecokin kopinya abu aja, sedang juned dan bayu sibuk
mempersiapkan perlengkapan. Pak RT ini emang
punya kebiasaan membawa air putih, gelas dan termos kalau ada tamu
pendaki yg datang, lumayanlah begitu sambutannya, walau sedikit agak okem dan
gaul..
Setelah segelas kopi ludes ditenggorokan abu, dan motor
sudah aman dalam posisi parkir, lalu kami pamit pada pak RT utk memulai
pendakian. Headlamp kami gunakan dimasing2 kepala kami, lalu Kami berjalan
beriringan menapaki jalan desa itu lalu menyebrangi sebuah jembatan kecil yg
dibawahnya mengalir sungai yg tak terlalu lebar dan tak dalam. Sepeda aku papah
dgn hati2 seperti menggandeng wanita jelita yg kucinta agar tak benjut terkena
benturan batu, apalagi saat jalan sudah mulai menanjak, sepeda kupanggul dgn
lebih hati2 agar tak menyangkut alang alang atau aku terpeleset dan mencium
tanah. Begitulah memang, pendakian membawa sepeda memang harus ekstra hati2,
pemahaman dan penjiwaan terhadap sepeda memang harus terekam dgn baik dlm
diriku. Dan walaupun yg sedang kudaki adalah sebuah bukit dan waktu
pendakiannya tak memakan waktu lama, tapi bagiku pendakian seperti ini tetap
haruslah serius, aku bukanlah tipe pendaki yg meremehkan keadaan karna
ketinggiannya yg tak sampai 1000 mdpl itu. Pemikiran seperti inilah yg harus
selalu kujaga, karna dgn pemikiran seperti ini, aku tak mau mengalami hambatan di sebuah pendakian.
Aku juga tak mau bergumam dlm hati bahwa aku pernah mendaki membawa sepeda ke
gunung yg lebih tinggi dan lebih sulit, aku hanya ingin berpikir bahwa
pendakian yg kuhadapi didepan mata adalah pendakian yg harus serius, walaupun
Cuma sebuah bukit. Mudah2n pemikiran ini bisa menular kepada teman2 pendaki
lain,, intinya kita dilarang angkuh
didalam alam bebas walau sekalipun kita sudah mendaki berpuluh2 gunung..
Malam dini itu terus merambah, kakiku mulai berat, trek
pendakian terus menanjak, setapak yg kulalui
becek dan agak licin karna bekas curahan hujan. Sandal yg kupakai
sepertinya sulit menapak dgn baik, ku lepaslah lalu kumasukan ke sebuah plastic
kresek dan kuikat diboncengan sepeda. Aku sepertinya lebih nyaman mendaki dgn “nyeker”,
krna dgn begitu aku bisa melangkah lebih leluasa.
Setapak demi setapak kulalui pendakian itu dgn tumpahan
keringat yg terus mengalir, beban yg kubawa lumayan berat. Perlu sedkit info,
sepeda yg kubawa adalah polygon jenis extrada 2.0 yg pernah kulihat di brosur
berat nya 15kg, sedang sepedaku itu sudah kutambah boncengan dan botol air
minum, jg kaos, sandal dan pompa yg kuikat di boncengan, mungkin perkiraanku beratnya
hampir 17kg. lumayan berat utk hitungan mengangkat sepeda dalam sebuah
pendakian.. karna selama ini ada beberapa pendaki yg pernah mendaki gunung membawa sepeda, beban
sepeda yg dibawa adalah sepeda yg lbh
ringan dari sepedaku, rata2 biasanya antara 8 – 12kg, belum lagi mereka
biasanya membawa sepeda bergantian atau menyewa porter. Belum lagi ada pendaki
yg mempreteli bagian sepeda menjadi beberapa bagian, lalu akan dirakit kembali
saat telah tiba dipuncak, entah apa maksudnya,atau kebanyakan dari mereka utk
menuju gunung yg akan didaki, sepeda biasanya dibawa menggunakan mobil pribadi,
menumpang bus atau kereta api. Tidaklah dgn aku, aku selalu menjaga idealisme yg
ku anut, aku selalu membawa sepeda yg akan kubawa mendaki gunung, selalu
kukayuh dari Jakarta sampai kaki gunung dan pulang juga kukayuh, bagiku
pendakian yg benar dan mempunyai arti kepuasan batin, ya seperti itu… namun
jujur bagiku, aku pernah menumpang kendaraan umum saat aku pertama kali
mengayuh sepeda jarak jauh, saat itu mentalku tergoda akan kendaraan umum,
mengingat jalan yg akan kulalui kedesa terakhir gunung adalah menanjak dan
sepi, yaitu dari aikmel ke desa sembalun
di Lombok sana namun kembali tetap kukayuh, selebihnya semua perjalananku
selalu kukayuh tanpa ada bantuan kendaraan lain, pengalaman menjadikan aku
lebih kuat dan memegang teguh idealisme perjalanan. Kini aku sudah mendaki 18 gunung dgn membawa
sepeda dan akan kulanjutkan hingga mencapai 20 gunung, sebagai tahap awal
rencana pendakian dgn sepeda, kedepannya semua gunung yg sekiranya asyik
diambil gambar dgn sepeda akan aku kunjungi. Karna bagiku mendaki dgn membawa
sepeda lbh menantang dan melatih kesabaran daripada mendaki gunung yg Cuma membawa
ransel saja.
Malam kian dini, aku mendaki di urutan belakang, abu dan bayu
kusuruh mendaki duluan sedang juned didepanku. Gelap yg dingin itu membuatku
mulai terasa letih dan lapar, mungkin ini akibat aku yg mengayuh sepeda dari
sunter hingga parung dalam keadaan hujan2an. Sebentar aku berhenti sejenak dan
mengambil beberapa potong kue yg kubawa, setelah itu kembali aku melangkahkan
kaki mengikuti trek pendakian yg terus menanjak… bukit munara yg mempunyai
ketinggian tak mencapai 1000 mdpl, namun trek pendakiannya mampu membuat mata
terpukau, karna di jalur pendakian itu kita akan melewati batu2 besar, lorong
pendek berbatu atau tebing batu yg lumayan tinggi. Juga kita akan menemui
sebuah goa yg asyik utk dijadikan tempat menginap jika kita ingin beristirahat.
Dan.. setelah mendaki yg lumayan letih dgn cucuran keringat
dan menahan rasa kantuk, akhirnya aku dan ketiga temanku itu sampai dipuncak bukit
munara sebelum subuh, juned langsung
memasang tenda, sedang bayu melilitkan flysheetnya ditiang tiang sebuah saung
yg ada dipuncak, yg kami jadikan tempat
beristirahat utk menahan angin. Tas tas
daypack kami, kami buka, semua logistic dikeluarkan, begitu juga peralatan
memasak. Aku yg merasa letih, duduk terpaku disudut saung menatap dini yg masih
gelap, sambil merenungkan pendakian pendek ini dgn menghikmah ulang. Akhirnya aku
bisa menuntaskan sedikit emosi dan ambisi tentang bukit munara ini…
Setelah tenda dome terpasang, juned mulai sibuk memasak air
panas utk membuat kopi sebagai teman pendamping dingin. Sedang bayu dgn kompor
gas satunya, dia memasak cireng dan sejenis kue otak2.. mereka memasak sambil
bincang2 dan bercanda apa adanya. Sedang aku tetap sendiri didepan mereka, menyantaikan tubuh yg lelah,
sambil menikmati suasana puncak munara.
Saat air yg dimasak juned telah mendidih, aku langsung
bergegas membuat white coffe, bagiku meminum segelas white coffee di udara dini
itu adalah kenikmatan yg tiada tara, apalagi ditambah sebatang rokok sebagai
teman merenung. Keindahan yg sesungguhnya terekam disini walau yg sedang aku
daki hanyalah sebuah bukit. Bagiku semuanya ini adalah tetap keindahan yg Maha
Kuasa yg menghiasi kedamaian hati. Aku mencintai alam terbuka karna aku
mengakui akan kebesaranNYA. Dan aku bersyukur atas segala nikmat yg telah
diberikan Allah pada kehidupanku ini…
Tak lama aku merebahkan diri, memanjakan kantuk dimata dgn
berselimut sarung, sedang ketiga temanku asyik terus berbincang. Aku berusaha
utk tertidur agar fisikku tak lemah, utk mengayuh sepeda kembali ke Jakarta. Akupun
mencari mimpi walau sebuah mimpi yg singkat ataupun tak indah…..
Aku terbangun saat hari sudah memperlihatkan terangnya,
ketiga temanku ternyata sudah menggila
dgn mengambil pose foto yg menurutnya mungkin keren.
Bahkan juned lbh sedikit gila, tenda dome dia angkat lalu dia pindahkan
keatas sebuah batu, lalu mengambil gambar dgn background pemandangan nan indah
kebawah sana. Mereka bertiga terlihat
sibuk, kaya foto model dan fotographer beneran,
padahal mah kacangan hehehehe…
aku pun bangun beranjak dari saung, lalu kuangkat si polygon ke atas
batu besar, tapi karna susah aku minta bantuan juned, masalahnya kalau salah
angkat, aku bisa terjatuh ke jurang yg dalamnya bikin kepala puyeng tujuh
turunan, atau bahkan hidupku bisa selesai.
Diatas batulah, fotoku terimajinasi dgn baik, gagah benar
sepertinya aku, seperti foto2ku dipuncak gunung lainnya yg pernah kudaki. Sebuah
pendakian yg lengkap bagiku,jika pendakian itu aku bisa dokumentasikan, aku
dan sepeda di puncak dgn gambar yg baik. Paling tidak hal itu adalah tambahan
motivasi hatiku utk mengunjungi gunung2 lain. Dan memberi rasa kangen satu saat
nanti jika kembali melihat foto2 itu.. setelah puas aku mengambil gambar,
kutawarkan ketiga temanku utk berfoto juga dgn si eks keliling Sulawesi 2010 itu, polygon
extrada 2.0 , sepeda yg menurutku sgt bersejarah, yg juga pernah dibawa coni
bersepeda dari sunter ke pekalongan,
sepeda yg tak mungkin kujual walau ditawar 10juta sekalipun, kecuali otakku
lagi semprul ….
Setelah lelah dgn macam gaya dari pengambilan gambar itu,
aku kembali duduk disaung dgn santai menanti waktu yg pas utk kembali turun
bukit. Kembali juga ketiga temanku nyantai disaung, sambil sedikit guyon dan bincang2 ngalor
ngidul..lalu juga memasak air panas utk kopi dan membuat mie…
Sekitar jam 10 lewat, matahari sudah mulai berangkat tinggi,
aku mengajak juned utk bersiap utk turun dan juned pun membereskan tendanya yg Cuma
ditiduri bayu saat dia lelah, sedang aku dan lainnya packing barang2 yg kami
bawa ke dalam daypack masing2. Dan tak memerlukan waktu lama utk bersiap karna
kami masih mempunyai kesibukan masing2 setelah dari bukit munara ini, paling
tidak melepas lelah dahulu setelah sampai di rumah nanti..
Setelah semuanya siap, kami pun melangkah menuruni bukit,
aku kembali memeluk sepedaku menuruni dgn lebih hati2 karna perjalanan turun
lebih bahaya daripda perjalanan mendaki. Sepeda bisa saja terbanting jika aku
terpeleset atau terbentur batu2.. belum lagi sepeda bisa tersangkut pohon2
kecil atau alang2. Perjalanan turun ini aku lebih serius menatap jalan setapak
yg kulalui. Waspada tingkat tinggi…
Aku sengaja memilih turun paling belakang, abu dan bayu
berjalan didepan, sedang juned membantuku mengambil video perjalanan turun itu dgn menggunakan
handphone nya, sekedar iseng dan
selingan perjalanan turun, sambil ngobrol ngawur. Pelan tapi pasti langkahku
terus menuju bawah, tiap jengkalnya aku menahan
lelah dan rasa kantuk yg masih ada. Dalam
perjalanan itu aku kerap berpapasan dgn pendaki lain, rupanya hari itu byk
penikmat munara berdatangan.
Selama perjalanan turun itu juned sibuk sekali memegang
handphone nya mengambil gambar video,
aku terus saja turun sambil tetap ngobrol dgn juned, bercerita tentang
pendakian yg lalu atau rencana pendakian yg akan datang, atau rencana kemping
di balkon rumahku lagi. yg tentunya perjalanan itu tak terasa..
Dan tanpa halangan yg berarti dan karna memang perjalanan
turun itu tak memakan waktu yg lama, akhirnya aku juned , abu dan bayu sampai
di pinggir kali desa. Kami pun langsung membersihkan kaki, sandal dan tangan yg kotor, sedang aku juga
membersihkan ban sepedaku yg kotor akan tanah yg menempel. Di ujung kali sana,
abu dgn asyiknya buang hajat dgn khayalan tingkat tingginya…
Setelah selesai membersihkan dari kotoran yg menempel, kami
meninggalkan kali menuju rumah pak RT, sampai disana tanpa berlama lama ketiga
temanku itu mengambil motor dan pamit
pulang sambil memberikan sedikit duit sebagai biaya parkir…….
Munara sudah selesai, munara sudah memberikan letih dimataku….
Sepeda kembali kukayuh, perlahan kutinggalkan rumah pak RT
didesa kaki bukit munara itu, jalan desa yg tak beraspal mulai tersentuh lagi
roda sepedaku. Dari desa itu aku terus melanjutkan mengayuh melewati jalan yg tadi malam aku lewati menuju arah
parung. Aku tetap masih ada semangat walau kayuhanku menahan rasa lapar dan
kantuk. Sebenarnya aku mempersilahkan ketiga temanku itu utk meninggalkanku,
tak usah menunggu dan mengawal ku dibelakang, aku tak mau menjadi beban bagi
mereka, tapi mereka tak mau dan tetap memacu motornya pelan di belakangku.
Ketika aku sudah mencapai pertigaan ciseeng parung yg
merupakan sebuah pasar, jalan disitu macet hingga temanku tak bisa dekat dgn
posisiku, sedang aku bisa selap selip diantara macetnya kendaraan yg berjejer
dan aku terus meluncur begitu sudah berada di jalan raya parung ke arah ciputat.
Bayanganku langsung sedih mengingat jalan raya itu yg pernah aku lewati saat
berboncengan dgn coni dulu saat menuju bogor, sehingga aku terus mengayuh
meninggalkan temanku yg entah dimana, aku bermaksud utk terus melaju pulang
tanpa harus mampir ke tempat mess abu seperti saat aku berangkat.. dan aku berhenti sejenak saat juned menelpon aku
bertanya tentang posisi keberadaanku, aku langsung menjawab dan mengatakan
kalau aku terus mengayuh dan melanjutkan langsung pulang ke arah ciputat.
Setelah mengucap terima kasih dan salam kepada juned, aku
kembali mengayuh sepeda, kecepatan sepeda kupercepat, perutku semakin lapar,
aku ingin segera tiba di lebak bulus. Ada yg aku tuju disana. Jalan raya parung
menuju ciputat, aku lewati dgn serius, aku mengayuh dgn kecepatan konstan dan penuh hati2. Akhirnya dgn kesabaran dalam kayuhan yg menahan
rasa lapar itu, aku tiba di lebak bulus, aku langsung menuju sebuah jalan kecil
disamping terminal. Disitu aku mampir pada sebuah warung mie ayam, aku benar2
rindu pada tempat ini, bagaimana tidak, dulu saat aku masih menjalin hubungan
dgn coni, kami hampir tiap minggu selalu singgah disini utk makan mie ayam
bersama, hingga sang penjual mie itu yg merupakan suami istri hafal dgn wajah
kami berdua.
Namun saat aku memesan semangkuk mie dgn membawa sepeda seorang diri, secara spontan sang
penjual bertanya padaku menanyakan, kenapa aku sendiri tanpa coni, lalu aku
jawab bahwa kami sudah berpisah, aku sudah diputus dan ditinggalkan pacarku
itu, sontak saja mereka berdua kaget tak percaya, maklumlah dulu aku dan coni
selalu terlihat mesra seperti tak ada masalah, bahkan aku sendiri sgt yakin kalau aku kelak pasti bisa menikah
dgn coni, ya tapi apa daya, takdir berbicara lain, aku dihempaskan dan di tinggal
pergi. Sang penjual mie ayam itupun Cuma bisa berkata dan menyabarkan hatiku. Aku
diam dan hanya membisu sambil membawa
semangkuk mie yg sudah terhidang menuju bangku di pinggir jalan yg agak menjauh.
Aku menikmati mie ayam dalam bayangan kenangan yg selalu kuingat dan tak
mungkin bisa kulupa. Berkhayal kalau coni masih bersamaku dan makan mie
disebelahku.. dan akupun mulai gila lagi…..
Setelah mengucap terimakasih dan membayar, aku sempatkan
menitipkan salam pada sang penjual mie ayam itu, kalau saja suatu saat coni
singgah kesitu, aku masih rindu padanya.
Dan akupun kembali mengayuh sepedaku menuju arah pulang
menuju sunter. Kayuhanku dari lebak
bulus itu melewati jalanraya yg ke arah blok M, senayan, sudirman, thamrin,
monas, gunung sahari, PRJ dan terus ke
sunter. Selama perjalanan menyusuri jalan raya Jakarta itu, aku tak mendapatkan
halangan yg berarti hingga aku tiba dirumah dgn selamat.. Alhamdulilah
perjalanan pendek yg kurancang ini
akhirnya selesai dgn baik, walau pada awalnya aku merasa sedikit ragu,
mengingat saat keberangkatan dari rumah aku mengayuh sepeda dalam keadaan hujan
yg membuat semangatku agak kendur. Dan akupun mencari ibuku utk mencium
tangannya menandakan aku sudah pulang dgn selamat..
Munara dirimu adalah bukit yg mempesona, seperti bayangan coni yg selalu menghantuiku.. munara
dirimu adalah bukit yg penuh kharisma, satu saat aku pasti masih ingin bermain
ditubuhmu, karna aku mencintaimu, karna aku tahu dirimu layak utk dicintai…
Semoga kedepannya, aku bisa menjadi manusia yg bisa lebih
bijak dari mengambil hikmah setiap
perjalanan2 yg aku lakukan, amiiin…
Tulisan ini aku dedikasikan utk coni tapak erang, wanita yg sangat aku cintai....
semoga dirimu mengerti ade...
semoga dirimu mengerti ade...
Iwan thanks to :
1.
Allah yg Maha Besar
2.
Muhammad, junjungan kami, manusia yg paling
lembut.
3.
Almarhum bapakku tercinta
4.
Almarhum adikku tercinta
5.
Ibuku tercinta
6.
George Leigh Mallory, anakku permata hatiku
7.
Coni tapak erang, wanita yg masih dan selalu kucintai
8.
Sepeda polygon extrada 2.0
9.
Juned elpiji
10. Abu
11.
Bayu
12.
Jalan raya antara sunter pamulang, yg penuh
kenangan dan airmata
13.
Handphone bututku
14.
Mata pundak tangan dan kakiku
15.
Warung mie ayam samping terminal lebak bulus yg
penuh kenangan
16.
Kentut indahku
17.
Semua bayanganmu yg membuatku menangis…..
2 comments:
keren bang,,,jadi pengen jajalin kesana+mie ayam nya,,,enak gak tuh?
Bamg iwan sunter....sunter mana nya bang
Post a Comment