Sunday, November 05, 2006

Perjalanan Mengenang 100 hari Wafat Sang Ayah Tercinta


Bersepeda Seorang Diri dengan Sepeda Onta Tua: Jakarta-Madiun-Jakarta
(dikisahkan oleh Kuwat, Pemonitor Perjalanan Iwansunter Sang Penakluk Bersepeda Seorang Diri)

Hari ke-1: Sabtu, 4 November 2006

Rencana perjalanan Iwansunter kali ini terbilang sangat pendek, karena hanya mengayuh untuk rute di pulau Jawa saja. Terbilang pendek pun karena ia adalah sang penakluk rute Jakarta – Sabang, NAD – Jakarta – Larantuka, NTT dengan bersepeda seorang diri beberapa bulan lalu. Meskipun demikian, Iwan tetap mempersiapkan rencana perjalanannya ini dengan sungguh-sungguh. Dalam setiap ekspedisinya, baik mendaki gunung maupun bersepeda, ia tidak pernah meremehkan medan yang akan dilaluinya. Semuanya harus dengan perhitungan, begitu katanya. Perjalanan bersepeda kali ini Iwan dedikasikan sebagai bentuk kecintaannya pada sang Ayah yang telah berpulang ke rahmatullah beberapa bulan lalu, tepatnya tanggal 6 Agustus 2006 di Jakarta. Saat itu, Iwan persis sedang berada di kota Larantuka. Saat mendapat kabar tentang kematian sang Ayah, ia baru saja mengayuh sepeda beberapa kilometer meninggalkan kota Larantuka menuju Jakarta. Saat itulah kepedihan luar biasa yang belum pernah ia rasakan menimpanya. Dengan rasa kalut dan duka ia berusaha sedemikian rupa agar bisa menyaksikan pemakaman sang Ayah di desa kelahirannya. Di Desa Patihan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Alhamdulillah, dengan kuasa Allah, Iwan masih diijinkan untuk ikut memakamkan sang Ayah pada hari Senin, 7 Agustus 2006. Meskipun untuk hal itu, ia mesti melego sepeda Polygon kesayangannya di pada seseorang di Larantuka. Pertemuan terakhir dengan sang Ayah juga dilepas dari bantuan kawan-kawan Iwan yang ada di beberapa kota, khususnya Bang Toto, sahabat baiknya yang tinggal di Denpasar, Bali. Iwan memulai ekpedisi kali ini, tepat pada pukul 08.46 WIB dari kediamannya di Sunter Agung, Jakarta Utara. Dengan menggunakan kaos berwarna merah, topi merah, celana panjang butut, dan bersandal, Iwan memulai mengayuh sepeda Onta Tua milik sang Ayah ketika ia masih aktif bekerja. Sore pukul 18.40 WIB, Iwan mengabarkan bahwa ia telah tiba di Pamanukan, Jawa Barat. Seperti biasa, ia menumpang nginap di kantor polisi setempat. Menurutnya, perjalanan hari ini lancar-lancar. Hanya saja, saat menjelang tiba di Pamanukan, hari telah gelap. Beberapa kali ia hampir dicium bus-bus malam dari bagian belakang karena memang sepeda yang ia gunakan tidak dilengkapi lampu dinamo dan lampu kucing. (ksg)

Hari ke-2 dan ke-3 (Minggu-Senin, 5-6 November 2006)

Sore ini Iwan mengabarkan bahwa ia telah tiba di kota batik, Pekalongan, Jawa Tengah. Ini merupakan hari ke-3 Iwan mengarungi jalan pantura untuk kesekian kalinya dengan bersepeda seorang diri. Kemarin ia menempuh jarak: Pamanukan, Jawa Barat hingga ke Desa Playangan, Cirebon. Hari ini dan kemarin, problem yang dihadapi Iwan sama yaitu terik panas matahari yang luar biasa! Ditambah lagi, menurutnya, ternyata bersepeda dengan menggunakan sepeda Onta cukup berat. Di samping bentuknya yang tinggi yang mengharuskan Iwan berjinjit saat mengayuh, juga karena kayuhan yang berat. Iwan merasakan perbedaan luar biasa antara bentuk sepeda gunung dengan sepeda tukang ojek! Bila kemarin malam ia menginap di rumah seorang sahabatnya di Desa Playangan, malam ini Iwan menumpang nginap di Kampus STAIN Pekalongan. (ksg)

Hari ke-4 (Selasa, 7 November 2006)

Perjalanan hari ini dimulai dari Kampus STAIN Pekalongan dan berakhir di Kampus Universitas Diponegoro Semarang. Menurut Iwan kondisi di perjalanan masih sama dengan kemarin, yaitu panas terik. Saat ia telah melalui Jalur Alas Roban, ia berkirim sms yang isinya: ”Demi bapak alas roban gua hajar nggak pake nuntun sepeda. Sangat buerrraaaat tapi puas. Mudah-mudahnya bapak tau kalo sepedanya hebat! (ksg)

Hari ke-5 (Rabu, 8 November 2006)

Jalur yang ditempuh Iwan hari ini adalah Semarang – Solo. Jalan yang kadang menurun dan kadang menanjak ia raih dengan relatif mudah. Alhamdulillah tidak ada halangan berarti yang menerpa Iwan. Ia pun tiba di kota Solo sore hari tadi. Malam ini ia menumpang nginap di Malimpa Universitas Muhammadiyah Solo. Besok, sesuai rencana ia telah tiba di desa kelahiran sang ayah tercinta yang berada di pinggiran kota Madiun. (ksg)

Hari ke-6 (Kamis, 9 November 2006)

Menjelang magrib Iwan tiba di Desa Patihan Kabupaten Magetan yang berada di pinggir kota/kabupaten Madiun. Hari ini ia mengayuh sepeda tuanya dari kota Solo hingga desa tersebut. Saat tiba di desa kelahiran sang ayah, ia tidak menuju ke rumah sang ayah melainkan langsung menyambangi makam sang ayah tercinta. Meskipun hari telah gelap namun tidak menyurutkan langkah Iwan untuk bertandang ke pemakaman yang sunyi tersebut. Ia nampak puas mampu menyelesaikan misi pendeknya kali ini. Ia puas mampu menunjukkan bahwa sepeda tua ayahnya ternyata mampu ia kayuh dari Jakarta hingga ke tanah kelahiran sang ayah. Kita memang tidak tahu tentang alam baka. Yang Iwan hadapi saat di pemakaman pun sesungguhnya hanyalah gundukan tanah yang menyelimuti jasad-jasad yang telah terlepas dari raganya. Namun, ia tetap berbangga bahwa keinginannya membawa sepeda tersebut hingga ke tempat yang ia inginkan telah terlaksana dengan baik. Hanya Allah yang Maha Besarlah yang maha tahu segala yang diperbuat hambanya. (ksg)

Hari ke-7 (Jumat, 10 November 2006)

Seharian ini Iwan menghabiskan waktunya untuk beristirahat dan mengunjungi kerabat-kerabat nya yang ada di desa tersebut dan desa tetangga lainnya. Tak lupa siang hari inipun ia kembali mendatangi makam sang ayah untuk sekedar menghibur diri. Menurutnya, masih ada rasa penyesalan mendalam yang ia rasakan saat ini. Kenangan pahit beberapa bulan lalu pun tersirat kembali. Ia teringat saat sang ayah dipanggil oleh-Nya, ia sedang berada di pinggiran kota Larantuka, NTT. Saat itu ia baru saja akan meninggalkan kota Larantuka setelah ia rengkuh dengan kayuhan sepeda dari Jakarta. Iwan sadar bahwa semua adalah rahasia Allah dan Allah selalu memberikan yang terbaik bagi ummat-Nya. Kini ia hanya bisa berikhlas diri seraya berdoa untuk arwah sang ayah yang sangat ia cintai.

Hari ke-10 (Selasa, 13 November 2006)

Sepanjang hari Sabtu dan Minggu kemarin, Iwan menggunakan waktunya untuk lebih banyak berinstopeksi diri dan bersilaturahmi dengan kerabat-kerabatnya. Sesekali ia mengunjungi makam sang ayah. Bahkan selesai acara tahlilan (doa bersama) yang diadakan pada minggu malam, Iwan menyempatkan datang ke makam sang ayah. Keadaan area pemakaman saat itu tentu saja hening plus gelap gulita. Namun tekad bajanya telah menghilangkan rasa takut dalam diri Iwan. Baginya menyambangi makam pada siang atau malam hari tidak ada bedanya. Semakin sering mengunjungi makam, semakin sadar pula ia akan datangnya hari akhir. Pagi ini Iwan kembali mengayuh sepedanya untuk menuju kembali ke Jakarta. Ekspedisinya kali ini tidak diselinginya dengan mendaki gunung. Ekspedisi singkatnya benar-benar ia gunakan untuk mengayuh sepeda onta tua peninggalan sang ayah. Ia merencanakan menempuh jalur selatan untuk menuju Jakarta. Kalau tidak ada halangan, Insya Allah hari minggu ia bisa tiba di Jakarta, begitu tutur Iwan via sms kepada saya. (ksg)