Sunday, August 03, 2014

Tulisanku: Lari Jakarta Surabaya Jakarta! Dan mendaki gunung Wilis, 2014



*Planning*

Rencana perjalanan ini sebenarnya adalah perjalanan lari yg di kawal bersepeda oleh pacarku. Namun karna kini dia sudah tak ada --karna keluarganya tdk menyetujui hubungan kami dan akhirnya berpisah, bahkan dia dijodohkan oleh pilihan orangtuanya-- perjalanan ini ku garap seorang diri. Sungguh perjalanan ini adalah perjalanan yg paling berat yg pernah kulakukan dari perjalanan2 sebelumnya.

Bagaimana tidak, aku bukanlah seorang pelari ataupun seseorang yg memang hobi dgn dunia lari! Jujur saja, aku sebenarnya sangat benci dgn olahraga lari. Selama ini aku tak pernah berlari  sejauh 10km pun. Tetapi karna aku memang ingin melakukan perjalanan yg menantang, jadilah perjalanan ini kupersiapkan dengan matang walau aku tahu akan risiko perjalanan ini yg sangat tak baik untuk kondisi kedua kakiku. Kulakukan semuanya dengan niat dan dengan ucapan Bismillah....

Perjalanan ini juga sebenarnya dijadwalkan utk perjalanan di tahun 2013. Tapi karna saat itu aku sedang patah hati yg teramat sangat, akhirnya perjalanan ini aku undur setahun. Untuk mengobati rinduku pada petualangan, di tahun 2013 aku hanya melakukan perjalanan bersepeda dan mendaki 5gunung dgn membawa sepeda hingga ke puncak.

Aku memang memiliki agenda perjalanan untuk tiap tahunnya, bahkan sampai dgn tahun 2020, plan perjalananku sudah padat terjadwal, hanya saja plan2 itu bisa dibolak balik sesuai dgn mood ku utk melakukannya.
Bagiku petualangan takkan pernah selesai karna hidup tanpa petualangan adalah nol!

Aku pernah melakukan perjalanan jalan kaki Jakarta – Gunung Semeru pulang pergi dan hal itu yg menjadikan acuanku utk semangat melakukan perjalanan lari jarak jauh. Tapi aku juga menjadi lebih tahu setelah melakukan latihan lari utk  persiapan perjalanan lari ini. Bahwa ternyata perjalanan lari tingkat kesulitannya mungkin 10x lipat lebih sulit dari perjalanan jalan kaki. Bagaiman tidak? Banyak perbedaan yg mencolok antara berlari dan jalan kaki.
Ini contohnya :

Jalan kaki detak jantung berdetak lemah bisa melakukan perjalanan dgn santai sedang berlari detak jantung lebih cepat yg membuat kita cepat lelah. Jalan kaki lambat terkena dehidrasi sedangkan berlari cepat sekali dehidrasi. Jalan kaki saat tengah hari masih bisa tersenyum walau matahari sgt terik tapi kalo berlari, jgn coba2 tersenyum karena yang pasti harus menahan haus dan panas. Jalan kaki saat sehabis makan bisa langsung melakukan perjalanan kembali, sedang berlari kalau sehabis makan mesti menunggu 1jam istirahat menunggu makanan di lambung turun. Dan yang pastin, dari segi dana, berlari lebih mahal dari perjalanan jalan kaki.
Masih banyak perbedaan antara perjalanan jalan kaki dan lari, yang kesimpulannya tetap sama, perjalanan lari lebih sangat sulit daripada jalan kaki.

Dan hal itulah yg membuatku utk serius latihan lari mempersiapkan kondisi yg lebih baik…….
Setiap aku memiliki rasa mood, aku selalu latihan lari di tiap sore hari, yg jaraknya tidak aku tentukan. Kadang 3km, kadang 10km, 17km ato 27km. Semuanya itu mengalir apa adanya. Sedangkan selama ini sebelum aku mempunyai rencana perjalanan lari gila ini, aku hanya kadang melakukan jogging kecil di sore hari tatkala aku hendak melakukan perjalanan bersepeda jarak jauh, itupun paling hanya 3 hari sebelum hari keberangkatan.

*Persiapan*

Ya perjalanan lari ini memang perjalanan yg terlalu ngawur dan dipaksakan. Namun paling tidak, aku sudah mempertimbangkan sesuai kondisiku. Bagiku perjalanan ini memang perjalanan yg sudah di luar batas kemampuanku. Tetapi aku masih sangat yakin kalau perjalanan ini 95% bisa selesai dgn baik karena aku sangat mencintai jalan raya dan aku juga sudah hafal betul rute yg akan kulalui nantinya. Ditambah dgn semangatku yg gila dlm melakukan sebuah petualangan. Jadi walaupun teman2ku atau saudaraku masih memandangku sebelah mata dan tak percaya, aku cuek aja, aku hanya berpikir dalam hati, lihat aja nanti buktinya…. bahwa aku bukan manusia yg bisa patah semangat hanya sebuah perjalanan sulit seperti ini!

Dalam persiapan perjalanan lari ini, sebenarnya aku lebih was2 dlm hal pencarian dana. Aku tahu bahwa dana yg akan kuperlukan tidaklah sedikit, mengingat aku pernah melakukan perjalanan jalan kaki. (kisahnya bisa di baca di sini: petualangan berjalan kaki Jakarta gunung Semeru Jakarta)
Dan aku bisa menyimpulkan kalau perjalanan lari akan membutuhkan dana yg lebih banyak, karna aku tahu tingkat dehidrasinya akan lebih besar, yg artinya aku akan lebih sering membeli air atau minuman dingin.

Untuk pencarian dana perjalanan lari ini, aku membuat kaos bergambar diriku yg kujual dengan menawarkan kepada teman2ku yg sekiranya mau mendukung perjalananku. Pembuatan kaos aku minta bantuan temanku owner peralatan alam bebas merk avtech, karna perjalananku ini juga didukung avtech, yg memberikan peralatan yg kuperlukan selama perjalanan.

Aku sudah jenuh membuat proposal yg biasanya aku ajukan ke perusahaan yg sekiranya bisa mendukung perjalananku. Sudah 2 tahun ini aku malas membuat proposal karna aku tahu pembuatan proposal hanyalah pekerjaan sia2 dan tak ada gunanya. Karna mengajukan sebuah proposal utk mencari dukungan, sudah bukan rahasia umum kalau tanpa adanya orang dalam, pengajuan proposal tak akan pernah berhasil.
Sudah semenjak tahun 2010 aku selalu gagal dan itu sudah membuatku muak dgn yg namanya proposal.

Akhirnya kuputuskan utk membuat kaos bergambar diriku itu tadi. Walau kenyataannya sampai menjelang keberangkatanku, dana yg kuperlukan masih kurang dari yg kutargetkan. Aku hanya pasrah dgn keadaan ini, dan mau tak mau aku masih mengandalkan sumbangan dari abangku, yg selalu mendukung setiap perjalanan2 yg kulakukan. Bahkan utk membeli sepatu lari barupun aku tak mampu karna memang tak ada dananya. Aku hanya memiliki sepasang sepatu pemberian temanku yg kugunakan selama latihan lari dan sepatu itulah yg akhirnya kugunakan berlari Jakarta Surabaya pulang pergi.

Malam hari menjelang keberangkatan hari H, aku mempersiapkan semua peralatan yg akan kugunakan perjalanan lari. Semuanya kupersiapkan dgn matang dan teliti, aku hanya membawa peralatan penting yg sekiranya mendukung perjalanan, karna aku ingin beban yg kubawa seringan mungkin, agar aku bebas bergerak mengayun kedua kakiku.

*Petualangan*

Minggu pagi setelah sholat subuh aku sudah bersiap dan sarapan pagi mengisi perut, juga minum air sebanyak mungkin yg kuperlukan. Dan tepat pukul 7 pagi aku pamit pada ibuku utk memulai perjalanan lari jarak jauh ini. Tak lupa kuambil gambar dari kamera ponselku di depan rumah sebagai dokumentasi.
Setelah mencium tangan dan kedua pipi ibuku serta dgn membaca basmalah, ku tinggalkan rumah dan berlari menyusuri jalan raya.

Pagi itu tak ada yg istimewa dalam pelepasan perjalanan yg kuanggap gila ini. Aku masih seperti biasa. Seperti perjalanan2 lalu yg pernah kulakukan, memulai perjalanan hanya dgn sederhana seperti hendak membeli rokok ke pasar saja. Keluargaku  juga menganggapnya tanpa ada hal yg berlebihan, hanya mengucap selamat jalan dan ucapan hati2 di jalan. Selebihnya aku menahan ketegangan di awal perjalanan.

Aku mulai mengayun kedua kakiku berlari mengikuti jalan raya, target awalku aku berlari selama 1 jam utk beradaptasi dgn beban yg kubawa lalu istirahat sebentar utk mencari kekurangan dan kenyamanan selama berlari. Padahal niat sebelumnya sich aku ingin berlari per 2jam Namun setelah berlari dengan membawa beban di punggung yg sesungguhnya ternyata yg efisien memang berlari per 1jam!

Di awal lariku itu aku merasakan beban yg terlalu berat dan tas bodypack yg kadang bergerak tak diam. Lalu berlari lagi dan berlari diselingi istirahat utk mengatur nafas dan membeli air minum.
Menjelang tengah hari aku tiba di Kranji dan beristirahat di sebuah masjid.
Di sini kuhubungi seorang temanku yg katanya dirinya ingin mengawalku dgn bersepeda sampai Cikarang, sebagai targetku di hari pertama. Istirahat siang kugunakan utk mandi, sholat, makan, dan tidur.

Dan ketika aku selesai mandi dan sholat, temanku akhirnya datang. Bahkan dia yg membelikan nasi utk makan siangku. Setelah itu aku tidur sebentar menunggu terik matahari berkurang.

Setelah kurasa istirahat siang cukup, aku bergegas utk melanjutkan perjalanan lari lagi. Kali ini dgn dikawal temanku yg bersepeda dibelakangku.
Namun saat aku baru berlari setengah jam perutku terasa tak enak dan membuatku muntah hingga 3x. Akhirnya kuputuskan utk tdk melanjutkan perjalanan lagi sesuai target hari pertama.

Aku memilih utk langsung istirahat di Bekasi, di rumah temanku yg mengawal itu agar kondisi kesehatanku lbh baik esok harinya. Lagipula kalau aku bisa mencapai target jarak yg ku mau, malam harinya aku pasti tidur di pom bensin. Sedang kalau aku berhenti aku bisa tidur lebih nyaman di rumah temanku tanpa merasakan dinginnya udara malam.
Jadilah di hari pertama itu aku singgah di rumah temanku, menghabiskan malam dgn lebih nyaman.

Esoknya aku bersiap kembali dgn kondisi yg lbh segar dan lebih baik. Akupun pamit pada temanku utk melanjutkan perjalanan lagi setelah sebelumnya aku ditraktir makan pagi bersama.
Akupun mulai berlari memecah  keramaian dan kemacetan kota Bekasi. Berlari dalam iringan musik dari earphone hapeku.
1jam kemudian aku istirahat utk membeli air dan melepas lelah. Aku istirahat selama 1jam seperti lamanya aku berlari. Begitulah ritme yg kulakukan dlm berlari diawal perjalanan.

Setelah itu aku berlari lagi. Kadang aku juga berlari setengah jam kalau sekiranya hari sudah terasa panas. Yg penting aku tidak berjalan dan bisa menjaga kondisi tubuhku.

Menjelang magrib aku tiba di simpang Rengasdengklok. Gerimis mulai turun yg kian lama menjadi hujan.
Terpaksa aku berhenti mencari tempat berteduh dan menunggu hujan reda.
Walau hari akhirnya menjadi gelap, aku tak boleh berhenti di sini karna aku harus bisa masuk kota Karawang sesuai saran temanku yg sudah menunggu mengajakku utk menginap di rumahnya.

Namun karna hujan yg ku tunggu juga tak berhenti dan hanya menyisakan rinai gerimis, dgn terpaksa aku tetap melanjutkan berlari menembus malam di temani gerimis. Lumayan jarak menuju kota Karawang sekitar 7km.
Dan setelah sampai kota aku langsung mencari mini market utk membeli air minum sambil menunggu temanku menjemput utk menginap di rumahnya.
Ketika temanku datang aku langsung di bonceng naik motor menuju rumahnya yg tak sejalur dgn arah lariku esok hari.
Lumayan. Jadilah malam itu aku bisa tidur nyaman lagi, belum merasakan tidur di pom bensin seperti yg biasa aku lakukan dalam sebuah petualangan.

Paginya aku pamit kepada temanku utk melanjutkan perjalanan. Lalu temanku memboncengku dgn motornya tuk mengantar menuju tempat tadi malam dia menjemputku.
Setelah sampai tanpa menunggu lama aku mengucap terimakasih dan langsung berlari menyusuri jalan raya.

Aku terus berlari hingga 1jam. Lalu istirahat mencari air dingin dan beberapa potong roti utk mengganjal perutku. Lalu terus berlari kembali. Istirahat dan terus berlari..
Tengah hari kembali rest 2jam lebih, setelah itu lari lagi.... rest.....lari...., hingga akhirnya sore sekitar jam 5 aku tiba di rumah temanku di daerah Cikampek. Temanku mempersilahkan aku utk menginap di rumahnya.
Malam itu aku bisa tidur mencari mimpi dgn baik..

Tiga hari selanjutnya aku berlari dgn irama yg sama, berlari per 1jam lalu istirahat. Di saat malam aku bermalam di sebuah masjid dan sebuah kantor PLN di daerah Kandanghaur. Kondisi cuaca tiap hari seminggu awal aku selalu di kawal cuaca panas namun di sore hari hujan rintik kadang deras, yg mengakibatkan kilometerku (jarak tempuh) tak bisa tercapai sesuai kemauanku.

Saat menumpang tidur di kantor PLN ada hal yg berbeda dari kebiasaanku bila malam menjelang mencari tempat menginap dan itu adalah hal yg tak disengaja.
Ceritanya,  saat itu sore menjelang magrib aku berniat menumpang tidur di sebuah Polsek. Namun tatkala aku sedang berhenti sejenak di pinggir jalan raya, istirahat sebentar menahan lelah dan mengatur nafas, ternyata aku pas berada di halaman kantor PLN. Kebetulan di depannya ada seorang karyawan yg sedang mencuci motor.

Aku bertanya tentang letak Polsek Kandanghaur. Namun aku malah ditawari air minum dan juga menginap di kantor tsb. Padahal kata sang karyawan letak Polsek tinggal 300an meter lagi.
Tapi emang dasar karyawan tersebut mempunyai sifat baik, dia malah senang bila aku menginap di kantornya, yg kebetulan buka 24jam.
Akhirnya tanpa kupikir panjang aku menganggukkan kepala dan mengucap terimakasih.
Jadilah malam itu aku bermalam di kantor PLN yg lebih nyaman dan aman tanpa banyak pertanyaan seperti di kantor polisi, yg kadang di interogasi bak orang kriminal.
Aku dipersilakan mandi dan berisitirahat di depan TV. Aku juga disuguhkan segelas teh manis dan sebungkus nasi goreng utk makan malam. Sungguh hal ini adalah persinggahan yg tak di sengaja namun memberi makna perjalanan yg baik buatku.

*Tiba di Cirebon*

Dalam perjalanan yg masih ku raba ini, etape yg ku cermati hanyalah mencapai kota Cirebon.  Tiga tahun yg lalu saat aku berjalan kaki ke Gunung Semeru, aku mencapai Cirebon di hari ke enam tepat tengah hari. Sedang kini, diperjalanan lari aku butuh hari ke tujuh utk mencapai Cirebon pas tengah hari juga. Lebih lambat dikarnakan di hari pertama aku mengalami muntah muntah ditambah hari berikutnya di tiap sore cuaca selalu hujan yg membuat lariku tak bisa mencapai perkiraan target.

Di Cirebon aku melepas lelah dan berisitirahat satu hari penuh utk memulihkan stamina yg terkuras. Keadaanku emang masih baik tapi aku sengaja rest total karna aku ingin santai, membersihkan pakaianku yg kotor dan mencari penyegaran suasana. Karna tempat ini adalah tempat yg sgt nyaman utk berisitirahat, kantor balai diklat depkeu lama yg hanya di jaga satpam, yg sudah tak terpakai utk kegiatan kantor.
Aku biasa singgah di sini di tiap perjalanan2 yg kulakukan bila ke arah Timur.
Disini bagiku adalah persinggahan langganan, karna aku sudah kenal betul dgn satpam yg berjaga di balai ini. Kenyamanan membuat semangatku kembali meninggi..

Lepas Cirebon, aku kembali melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini cuaca di tiap sore harinya lebih mendukung daripada seminggu sebelumnya.
Irama lariku juga semakin bagus, kilometer yg kuharap juga bisa tercapai dgn baik. Di tahap yg kuanggap tahap kedua menuju semarang ini, keadaan fisikku tetap terjaga.
Hanya di kala malam aku mencari tempat inap yg berbeda. Di kala malam menjelang aku beristirahat di pom bensin2 yg berada dipinggir jalan.
Hanya saat memasuki kota Pekalongan, aku menumpang inap di Sekre Mapala Kanpas STIE Muhammadiyah. Karna di sini aku mempunyai teman yg siap menyambutku dgn baik. Serta tentunya menu makanan bukanlah halangan. Mencari traktiran makanan gratis juga melepas lelah sambil melepas kangen.

Namun ditahap kedua ini, keadaan kakiku terutama dengkul kiri mulai menuai rasa sakit. Maklum setelah melewati kota Batang, jalanraya yg kulalui adalah jalan yg menanjak dan menurun yg membutuhkan stamina bagus.
Berlari dgn keadaan jalan yg naik turun itu rupanya kekuatan kakiku mulai diuji. Di saat mendaki betis menjadi tumpuan menahan langkah yg lelah. Sedang saat menurun dengkul yg menjadi tumpuan.
Hal inilah yg mungkin membuat dengkul kiriku akhirnya melemah. Padahal di saat melewati Alas Roban yg menurun hingga Gringsing, aku masih sempat berlari sambil bernyanyi walau keadaan jalan yg sepi dan gelap.
Suasana riang sedikit melupakan keadaaan kakiku yg mulai melemah.
Esoknya pun utk berlari mencapai Semarang, aku akhirnya membutuhkan waktu hingga jam setengah sepuluh malam karna aku sempat beristirahat lama di pinggiran kota Semarang utk menahan nyeri di dengkul.

*Tiba di Semarang*

Di Semarang aku berisitirahat di Sekre Wapeala Undip, tempat biasa aku singgah.
Di sini aku juga mempunyai banyak teman yg kenal dgnku. Bahkan aku request memasang tenda dome di depan Sekre sebagai tempatku tidur.
Satu hari aku istirahat di sini. Menghabiskan waktu dgn bersantai dan mencuci pakaian yg kotor, dan bercerita ttg perjalanan yg kulakukan dgn teman2 Wapeala.
Dengkul kiriku kusanggah dgn pembebat agar dengkulku terasa nyaman. Keadaan kaki yg semula nyeri perlahan mulai membaik. Semangatku pun kembali tumbuh dan siap utk menghajar jalan raya hingga Surabaya.

Setelah berpamitan dan mengucap terima kasih dgn teman2 Wapeala, kembali aku melanjutkan perjalanan ke arah Timur utk tahap ketiga yaitu Rembang, yg jaraknya tak begitu jauh bila dibanding Jakarta Cirebon atau Cirebon Semarang.
Dan tahap ini sebenarnya tak masuk sebuah tahap. Seharusnya selepas Semarang tahap selanjutnya adalah Semarang Surabaya. Sebuah tahap dgn jarak yg paling jauh.
Namun karna di Rembang aku mempunyai teman yg telah request utk bertemu sejak jauh2 hari, akhirnya Rembang kujadikan tahap utk pelarianku ini, walau tahap ini aku tidak beristirahat satu hari seperti Cirebon atau Semarang.

Dari Semarang aku berlari melewati Demak, Kudus dan Pati.
Saat aku memasuki kota Pati hari telah sore (hari kedua setelah berlari dari Semarang).
Karna menurutku tanggung bila aku menginap di Pati, maka aku hubungi temanku bahwa aku akan bermalam di Juwana. Walau dari Pati ke Juwana aku berlari dalam keadaan lelah dan hari sudah gelap.

Juwana adalah sebuah kecamatan besar yg sudah terlihat seperti kota. Aku bilang pada temanku kalau aku sepertinya akan memasuki Rembang esok hari. Dan akan tiba di tengah hari, yg artinya aku tak jadi menginap sesuai perkiraanku, yg kujadikan sebuah tahap.
Jadilah malam itu aku menargetkan Juwana dan temanku datang dgn anak istrinya bertemu di alun2 Juwana.

Aku tiba di Juwana sekitar setengah delapan kurang. Di sini aku langsung dijamu makan malam dan berkopi ria. Bercerita tentang perjalananku dan ngobrol ngalor ngidul setelah setahun tak bertemu.

Hal ini mengingatkanku setahun lalu saat aku bersepeda dalam perjalanan mendaki 5gunung. Saat itu aku tiba di Rembang di hari yg mulai gelap. Aku menuju sebuah masjid utk menumpang bermalam. Namun di saat aku bersiap utk tidur, handphone ku berbunyi mengisyaratkan ada sebuah sms masuk. Aku tertegun karna bunyi sms itu, seseorang yg meminta utk bertemu dgnku. Padahal setahuku di Rembang aku tak mempunyai seorang temanpun.

Aku juga bingung darimana dia tahu no hape ku. Namun setelah bertemu, ternyata seseorang itu adalah seorang yg penghobi mendaki gunung juga seperti aku, yg selama ini ternyata memperhatikan perjalanan2 yg kulakukan dari internet.

*Juwana, Sholeh Dharmawan, dan Video Youtube*

Dia bernama Sholeh Dharmawan. Seorang karyawan sebuah perusahaan yg mempunyai seorang istri dan seorang anak. Saat bertemu itu dia langsung menyodorkan 2bungkus cerutu Cigarillos kesukaanku. Aku kaget, berpikir darimana dia tahu udut kesukaanku, yg ternyata dia benar seorang yg memperhatikan tulisan perjalananku di blog tentang sajen seorang temanku di Nganjuk yg salah satunya ya cerutu itu.

Lalu kamipun berkenalan dan beramah tamah. Aku dilarang bermalam di masjid karna dia menawarkan aku bermalam di Sekre sebuah Mapala di Rembang yg saat itu letaknya persis di depan alun2 Rembang.

Aku mengangguk setuju. Jadilah malam itu aku bermalam di tempat yg dia ceritakan.
Malam itu sebelum aku mencari mimpi, temanku itu sempat menjamu makan malam dan minum kopi. Sama persis seperti di Juwana hari ini. Cuma bedanya kali ini anak istrinya dibawa serta.

Di Juwana ini aku bilang padanya bahwa aku esok hari perkiraan tiba tengah hari di Rembang.
Aku minta maaf padanya karna aku tak bisa bermalam mengingat waktu yg tanggung.
Aku menargetkan esok akan bermalam disebuah pom bensin selepas kecamatan Lasem.
Dia tersenyum mengerti tanpa rasa kecewa. Hanya dia berpesan kalau esok aku tiba di Rembang, aku harus memberi kabar karna dia ingin menyambut kedatanganku di kota Rembang. Dan aku pun mengiyakan.

Setelah makan malam dan minum kopi bersama, temanku dan anak istrinya pamitan utk pulang. Dan aku pun melanjutkan lari untuk menuju pom bensin utk bermalam. Sebuah pom bensin yg tak jauh dari alun2 Juwana. Tempat yg sama aku menginap pada perjalanan jalan kaki 3 tahun lalu.
Malam itupun aku terbuai di pombensin di halaman depan musholanya.

Esoknya aku kembali melanjutkan perjalanan. Kini aku berlari dalam bayangan perjalanan jalan kaki 3 tahun lalu, dimana aku melewati daerah yg menurutku gersang.
Daerah yg membuatku selalu teringat sejak aku melewati daerah ini pada tahun 2005 saat bersepeda.
Daerah ini begitu membuatku bosan tatkala melewatinya. Kanan kiri adalah sebuah tambak garam yg suasananya lengang dan terasa panas karna jarangnya pepohonan yg membuat bayangan teduh.

Saat aku jalan kaki 3 tahun lalu, daerah ini membuat perasaanku sepi dan enggan utk melangkahkan kaki. Suasana yg panas membuatku sering beristirahat dan mencari warung utk membeli es.
Kini setelah 3 tahun berlalu ternyata keadaannya sudah lebih berubah. Di jarak tertentu sudah ada warung2 tempat peristirahatan sopir truk. Tidak seperti waktu yg lalu. Warung yg ada hanyalah warung kecil biasa dan itupun jarang sekali ada.

Kini keadaan lebih ramai dan tak terlihat sepi. Namun jalan panjangnya masih terasa panas. Sinar matahari langsung menyinari tubuhku yg sudah menghitam karna terus-menerus disinari matahari sepanjang perjalanan dari Jakarta.
Aku berlari dgn menahan sabar. Melawan kejenuhan. Melawan suasana yg bagiku kurang nyaman.
Musik menemani lariku utk mengurangi rasa jenuh agar aku terhibur dgn alunan musik yg bisa membuatku menghayal jauh tentang keindahan.

Selama melewati daerah yg gersang ini, Kaliori namanya, suasana yg panas membuatku beberapa kali beristirahat agak lama utk membeli es, agar dahagaku hilang.
Dalam istirahat aku juga berusaha utk bisa menikmati suasana lengang ini. Juga berusaha utk bisa menjiwai keadaan yg membuatku kurang nyaman.
Dan di saat aku berlari banyak orang di pinggir jalan ataupun sopir2 yg sedang istirahat heran melihatku berlari sambil membawa tas. Mungkin dalam benaknya bertanya kemanakah tujuanku berlari dan apa maksudnya.
Kadang juga ada orang yg tersenyum kepadaku memberi semangat yg mengira aku sedang berolahraga biasa.
Hal ini memang sering kualami juga di hari2 sebelumnya. Perjalanan ini ternyata memang perjalanan yg banyak membuat orang bertanya, termasuk diriku sendiri.

Menjelang waktu dzuhur aku memasuki gapura kota Rembang. Aku menghubungi temanku via sms seperti harapannya malam tadi.
Sambil menunggu dirinya datang, aku membeli segelas es utk menghilangkan dahaga yg selalu menderaku disaat telah berlari per satu jam.
Tak lama akhirnya temanku datang dgn dibonceng vespa temannya. Ternyata dia sudah bersiap dgn membawa sebuah kamera yg juga bisa dijadikan video.

Mulailah aku berlari memasuki kota Rembang dgn dikawal vespa. Temanku terus membidik kamera mengambil gambar berulang-ulang dan juga membuat video.
Videoku berlari masuk kota Rembang hasil karya temanku ini sudah ada dan bisa lihat di Youtube.

Aku tak menyangka kalau temanku begitu antusias menyambut kedatanganku di kota Rembang. Padahal malam sebelumnya ia sudah menemuiku di Juwana.

Berlari memasuki kota Rembang cuaca kian terik. Panas menyengat kulitku. Aku tetap berlari penuh semangat agar bisa segera beristirahat di alun2 kota Rembang. Apalagi ditambah aku berlari dlm keadaan dipantau kamera, jadi jelas semangatku kian bertambah.
Dalam hatiku bergumam : ada2 aja nih pake di poto dan di video kaya orang penting aja hehehe.

Sampai di alun2 Rembang aku langsung di arahkan oleh temanku utk bersantai di bawah pohon besar yg terdapat penjual es coklat. Dan akupun langsung disuguhkan es coklat. Dan habis 3gelas! Padahal aku juga sudah menghabiskan sebotol minuman isotonik dan sebotol air mineral.
Aku memang sedang mengalami dehidrasi berat. Maklum berlari di terik matahari memang membuatku sangat lelah.

Di sini aku juga beristirahat utk makan siang, sebelum menuju masjid agung Rembang yg tak jauh dari aku duduk, utk mandi dan sholat.
Setelah sekitar 1 jam beristirahat, temanku pamit utk kembali ke tempat kerja. Ternyata dia menemuiku pada jam istirahat kantor. Aku pun berterima kasih atas sambutan dan suguhannya. Dan aku pun kembali melanjutkan perjalanan. Berlari dan berlari sampai hari menjelang gelap.

Hari itu aku bermalam di sebuah pom bensin sekitar 7 km setelah kecamatan Lasem. Aku menumpang tidur di musholanya.
Sebagai tanda terima kasih pada temanku, aku memberi tahu posisiku malam itu. Biasanya, setiap posisi aku hanya mengabarkan pada abangku karna dia yg terus memantau setiap harinya. Dia juga yg menginfokan tentangku di internet.

Tanpa diduga temanku datang lagi dgn membawa motor dan mengajakku makan malam dan bersantai minum kopi di Lasem. Dia menjemputku lalu mengantarku kembali ke pom bensin.
Dalam hati, aku tertegun ttg temanku ini. Aku merasa tersanjung dibuatnya.
Tiga kali aku disambut dan disuguhkan makan minum gratis. Mungkin inikah penghargaan yg diberikannya atas perjalanan gila yg sedang kulakukan?

Aku benar2 sgt berterima kasih atas kebaikannya, atas simpatinya terhadap perjalananku ini.
Setelah dia kembali pulang, akupun tidur melepas lelah sejenak. Namun aku kembali terjaga saat tersadar disampingku ada seseorang yg duduk dan membawa seplastik cemilan, lotion obat nyamuk dan sebotol air minum. Ternyata dia salah satu penghobi naik gunung yg memantau posisiku dari postingan di sebuah grup pendaki di efbi.
Namun karna aku sudah sangat lelah aku hanya ngobrol sebentar lalu terlelap dgn sendirinya. Apalagi malam itu hujan turun dgn lebatnya yg membuat aku semakin pulas, hingga aku tak tahu kapan anak (teman) itu berlalu meninggalkan aku yg tertidur. Trims eniway fren yang sudah menemuiku di malam itu...

Esoknya aku kembali melanjutkan perjalanan. Seperti hari2 sebelumnya, aku berlari mengikuti irama yg sudah aku buat. Aku berlari persatu jam lalu istirahat dan lari lagi sampai tengah hari dan berisitirahat lbh lama utk makan mandi dan sholat.

Sekitar jam dua atau setengah tiga aku kembali berlari sampai hari gelap. Setelah Lasem aku melewati jalan raya yg suasananya lbh berbeda dari hari2 sebelumnya. Laut kadang terlihat di samping kiri jalan. Suasana juga lebih sepi karna jarak kota besar Rembang ke kota Tuban lumayan jauh. Tidak seperti kota2 sebelumnya yg berjarak lebih dekat, yg penduduknya lebih padat, juga pabrik2 yg banyak berjejer di sepanjang jalan yg menambah keramaian suasana jalan.

Tiap hari aku tetap berusaha tangguh dlm berlari. Mengikuti kakiku yg masih semangat. Aku masih berpikir bahwa perjalanan sesulit apapun kalau aku bisa menikmati dgn penuh keyakinan tinggi pasti bisa berhasil. Walau di awal perjalanan aku merasa ragu utk bisa menyelesaikan perjalananku kali ini.

Pengalaman di jalanlah yg membuatku kembali membara dan optimis bisa melakukan semua ini. Bahkan saat selepas kota Tuban aku berlari seperti tak mengerti dgn kekuatan diriku sendiri. Aku berlari hingga gelap malam melalui jalan yg gelap sepi dan menanjak. Yg sepanjang jalan banyak kulalui perkebunan penduduk. Aku tak perduli dgn keadaan yg gelap dan sepi. Aku terus berlari penuh semangat dgn iringan musik di telingaku.

Aku juga tak peduli dgn seramnya jalan. Berpikir tentang setan pun tidak. Aku masabodo dgn semuanya. Yg ada dalam benakku hanyalah berlari secepat mungkin utk sampai di pom bensin kecamatan Brondong. Sebuah pom bensin yg nyaman yg pernah aku singgahi dlm perjalanan jalan kaki.

Dan selama perjalanan yg kulakukan berhari-hari itu, mungkin berlari menuju Brondong adalah perjalanan lari dgn fisikku yg paling kuat dan tangguh. Tak mengenal lelah! Sungguh hal ini adalah perjalanan lari yg akhirnya membuatku tambah bersemangat.

*Memasuki Surabaya*

Setelah berlari dari Jakarta dgn suka duka yg menghiasi perjalanan, yg memakan waktu 23 hari,  tibalah aku dipinggir kota Surabaya menjelang tengah hari.
Tanpa diduga reporter Metro TV dan wartawan Jawa Pos menghubungi aku. Mereka bertanya tentang posisiku agar mereka bisa mengawal utk liputannya hingga masuk jantung kota Surabaya.
Rupanya mereka mendapat kabar perjalanan gilaku ini dari temanku yg tinggal di Surabaya, yg mempunyai kenalan beberapa wartawan. Temanku beragumen bahwa perjalanan sesulit yg aku lakukan itu emang layak utk diliput media. Aku juga dihubungi teman2 komunitas Indo Runner Surabaya yg akan menyambutku memasuki kota Surabaya.

Jadilah siang itu, aku berlari dikawal reporter Metro TV dan wartawan Jawa Pos yg masing2 mengendarai mobil. Sedangkan teman Indo Runner mengawal dgn sepeda motor dan juga ada dua orang dari mereka ikut berlari menemaniku sampai Tugu Pahlawan, utk berhenti dan istirahat.

Berlari dalam keadaan di liput wartawan dan reporter dgn bidikan kamera dan “handycam besar” membuatku sgt bangga dan berlari seakan tak kenal lelah. Derap langkahku lebih mantap walau sebenarnya lelah.
Sepanjang jalan dari Kalianak, dimana aku mulai dikawal reporter Metro sampai Tugu Pahlawan, perasaanku sedikit gugup tapi senang. Banyak orang yg melihat dan bertanya2 dan bahkan heran. Aku yg berbadan kecil tak bermutu mau melakukan perjalanan lari Jakarta Surabaya Jakarta tanpa mencari keuntungan materi dari perjalanan yg aku lakukan.

Ya, aku emang tak pernah memikirkan keuntungan materi. Aku hanya komitmen pada diriku utk selalu melakukan perjalanan di tiap tahunnya karna aku sangat menyukai petualangan. Bagiku hidupku emang tak bisa dipisahkan dgn petualangan. Petualangan sudah menjadi darah daging dalam tubuhku ini.

Setelah berlari di tengah panasnya kota Surabaya itu, aku sampai di Tugu Pahlawan utk rest dan tanya jawab dgn wartawan. Kaos dan celanaku basah kuyub. Aku duduk santai di kelilingi wartawan, reporter, dan pelari.

Kuhabiskan sebotol minuman isotonic pemberian teman Indo Runner. Lalu memberikan penjelasan tentang perjalananku juga tentang siapa aku, karna aku tak mau mereka salah tafsir tentang siapa aku.
Aku bukan pelari, kataku. Bahkan aku sebelumnya tak pernah melakukan lari walau 10km pun. Aku hanyalah seorang yg ambisius dan selalu ngotot kalau mempunyai kemauan utk melakukan sebuah perjalanan. Walau seberat apapun. Walau di luar batas kemampuanku.

Mungkin aku mempunyai semangat yg berlebih karna aku mengagumi seorang George Leigh Mallory, Reinhold Messner dan Goran Kropp. Ketiganya ini adalah tokoh petualang dunia yg perjalanan gilanya tak di ragukan lagi. Dan ketiganya inilah yg menjadikan inspirasi dan idolaku. Bahkan George Leigh Mallory, namanya ku abadikan menjadi nama anakku tercinta.

Dalam diriku memang selalu mengagumi petualang dunia daripada petualang lokal. Bagiku petualang dunia otaknya lebih “ga beres” dan selalu mempunyai perjalanan2 yg gila.

Setelah selesai dgn liputan Metro TV dan Jawa Pos, aku beranjak meninggalkan Tugu Pahlawan, mengikuti ajakan teman2 Indo Runner menuju sebuah restoran utk makan siang. Namun sebelumnya aku menuju  ke sebuah mall dulu utk mengambil sepatu, kaos kaki, celana, kaos, dan topi pemberian dari pihak League, yg mau mensupport peralatan itu, setelah tahu aku berlari menggunakan sepatu merk League, pemberian seorang temanku di Jakarta.

Sebenarnya aku malu dan enggan disambut teman Indo Runner dan diajak makan siang karna tujuan awal niatnya jika aku masuk kota Surabaya aku ingin bermalam di sebuah Sekre Mapala, dimana aku biasa menginap. Namun karna teman2 Indo Runner merasa wajib menyambut tamu yg sedang berlari jarak jauh yg sebelumnya tak pernah ada, jadi mau gamau aku mengikuti kemauan mereka.
Ya paling tidak aku bisa menjelaskan keheranan mereka dan rasa penasaran mereka terhadapku.

Selesai makan siang aku kembali diarahkan berlari ke rumah salah satu teman Indo Runner utk mengajakku bermalam di sana. Jadilah malam itu aku bermalam di rumah seorang teman Indo Runner.

Esoknya aku tak sempat utk menikmati kota Surabaya. Karna begitu pagi menjelang, teman yg punya rumah tempatku menginap, harus berangkat ke tempat kerja sehingga aku sekalian pamit utk melanjutkan perjalanan.

Aku juga tak jadi utk berlari ke arah Purwosari utk mendaki gunung Arjuno karna seorang teman yg ingin menemaniku mendaki gunung memberi kabar bahwa dirinya mengalami kecelakaan patah kaki saat dia bersepeda di daerah Pasuruan.

Dari info itu aku putuskan utk mengubah perjalanan langsung kembali ke arah Jakarta dan mengganti rencana pendakian gunungnya ke gunung Wilis di Nganjuk.
Aku juga meminta maaf padanya karna aku tak bisa menjenguk dirinya karna posisinya di Surabaya aku tak tahu alamatnya sedang dia juga tak bisa menemuiku.
Di Surabaya aku memang tak bisa menemui teman2ku karna aku harus berlari terus tanpa boleh menumpang kendaraan. Aku hanya bisa mengikuti naluriku utk kembali melanjutkan pulang ke arah Mojokerto dan seterusnya.

Berlari di jalan raya kota Surabaya ternyata hampir sama dgn berlari di jalan raya kota Jakarta. Laju kendaraan yg lewat padat dan ramai. Aku harus berhati2 agar tak tersenggol kendaraan yg berlalu-lalang. Polusi udara dari asap knalpotnya pun meresahkan pernafasanku.
Aku berlari dan terus berlari dgn iringan musik dari hape ku. Tiba di daerah terminal bus Bungurasih, aku berhenti dan berisitirahat di sebuah masjid utk mandi dan mencuci pakaian. Lumayan lama aku istirahat di sini, sambil menunggu pakaian kering.
Baru setelah ashar, aku melanjutkan perjalanan kembali. Memulai arah pulang ke Jakarta dgn rute yg berbeda.
Aku lebih bersemangat dan tanpa beban. Aku hanya mengikuti irama santai dan menikmati perjalanan pulang itu, tidak seperti perjalanan ke Surabaya yg merasakan kekhawatiran akan perjalanan yg gagal.

Hari itu aku merasa bangga karna liputan Metro TV disiarkan walaupun aku sendiri tak menontonnya. Aku tahu dari teman Indo Runner yg menonton dan mengabarkannya padaku.
Juga berita tentang perjalananku itu terbit di koran Jawa Pos. Sebuah koran ternama utk wilayah Jawa Timur.
Pantas hari itu aku berlari banyak sekali orang yg memperhatikanku selama perjalanan. Ada yg senyum2, memberi teguran atau mengangkat jempol ke arahku. Aku benar merasa beda dan lbh semangat karna perjalananku sudah diketahui banyak orang.

Aku sudah bisa menunjukkan kepada orang banyak tentang perjalanan gila yg menurutku sebuah perjalanan yg aku sendiri merasa tak masuk akal. Perjalanan yg benar2 membutuhkan fisik prima yg tiap hari dihajar cuaca panas, dehidrasi berat, rasa lelah yg teramat dan cuaca malam hari yg dingin, yg di saat tidurpun dalam situasi yg apa adanya.

Semuanya benar2 bisa mengalir tanpa ada halangan yg berarti. Aku bersyukur, aku mempunyai fisik yg bagus yg diberikan Maha Kuasa dan sebuah semangat yg pantang menyerah utk sebuah perjalanan sulit yg sebelumnya tak pernah aku lakukan.
Hal ini mengingatkanku pada perjalanan jalan kaki 3 tahun lalu yg juga sebelumnya adalah perjalanan yg belum pernah kulakukan. Aku hanya melakukan dgn kemauan dan keyakinan tentang perjalanan sulit itu. Rasa cintaku pada dunia petualangan telah membuatku selalu tak pernah takut mengenal kata gagal. Aku selalu terinspirasi oleh petualang2 gila kelas dunia yg perjalanannya meresap ke detak nadiku.

Jika perjalanan lari dari Jakarta menuju Surabaya, aku melewati pantura, kini di saat aku menuju pulang aku melewati sisi Tengah dan Selatan pulau Jawa. Aku akan kembali ke jalur pantura saat memasuki Wangon ke arah Cirebon.

Aku terus berlari meninggalkan kota Surabaya. Aku berlari melewati Krian, Mojokerto, Jombang dan Nganjuk yg nantinya aku kan mendaki gunung Wilis sebagai tujuan menuntaskan rasa kangenku akan sebuah pendakian.

*Seseorang yang berbaik hati*

Dalam awal pelarian arah pulang itu, ada sedikit cerita yg membuatku selalu teringat, yaitu saat aku memasuki wilayah Mojokerto. Saat aku sedang berlari di hari yg mulai terik, aku di stop seseorang yg mengendarai sebuah mobil. Orang tersebut rupanya seorang sopir yg membawa majikannya.
Dia keluar dari mobil, langsung mengepalkan duit kepadaku dan memberi senyum. Aku tertegun dan menolak terus berlari. Namun sang sopir berlari kecil mengikuti, berkata meyakinkanku bahwa sang majikan yg ada di mobil --duduk disamping posisi sopir-- yg menyuruhnya adalah seorang yg bersimpati tentang perjalananku. Mungkin dia tahu dari liputan Metro TV atau koran Jawa Pos.

Dalam bingung aku tak kuasa menolak dgn kegigihan sang sopir yg terus menyodorkan uang dalam kepalannya kepadaku. Ia lalu kembali kedalam mobil. Aku tertegun dan tetap berlari. Mobil yg mereka tumpangi melaju pelan di sampingku. Terlihat sang majikan tersenyum dan memberi ucapan selamat dan memberi semangat kepadaku.

Akupun mengucap terimakasih kepadanya. Membalas senyumannya dan terus berlari  tanpa merasa seperti ada kejadian apapun.
Dalam hati aku berpikir tak menyangka kalau perjalananku ini akan menjadi perhatian orang lain yang memberi simpati hingga segitunya. Dan aku hanya bisa bersyukur akan rejeki yg turun lewat bapak tadi.
Pemberiannya memang membantu perjalananku yg  memang membutuhkan biaya tak sedikit, walau aku tahu kondisi keuanganku sudah membaik tatkala abangku mengabarkan telah mentransfer utk biaya arah pulang sesaat setelah aku tiba di Surabaya.

Aku pun kembali konsentrasi melanjutkan perjalanan. Kembali ke irama perjalanan yg berlari per satu jam, istirahat, lalu berlari lagi, dan disaat tengah hari aku istirahat lebih lama utk mandi makan sholat.

* Lima Punakawan*

Ketika aku memasuki kota Jombang, aku mengabarkan kepada salah seorang temanku bahwa nanti aku minta  dijemput di Kertosono utk istirahat dirumahnya. Dan tak lupa minta makan gratis seperti biasa jika aku singgah dlm sebuah perjalanan hehehe. Nantinya aku akan dikembalikan ke posisi semula utk kembali melanjutkan perjalanan sampai kota Nganjuk utk mendaki gunung Wilis.
Dan benar saat aku sedang berlari di Kertosono, tahu2 temanku sudah ada di belakangku sambil jeprat jepret kamera ponselnya. Rupanya dia juga bangga akan perjalananku kali ini. Bahkan dia sudah tahu aku masuk liputan koran Jawa Pos karna dia memang berlangganan koran itu.

Begitu bertemu, dia hanya cengar cengir seperti biasa dan langsung menyuruhku naik motornya utk menuju rumahnya yg masuk kearah dalam dari sisi jalanraya.
Malam ini aku memang ingin bermalam di rumahnya agar tidurku lebih nyaman daripada malam2 lalu yg biasa tidur di pom bensin.
Lalu kami pun meluncur menyisiri jalan kampung berboncengan menikmati suasana pedesaan yg kini sudah beranjak modern mengikuti perkembangan waktu.

Terasa enak juga naik motor setelah berhari-hari berlari. Ada nuansa yg berbeda dlm diri ini. Rasa nyaman dan  santai.
Selama perjalanan kami ngobrol ngidul menanyakan keadaan teman2 di sini. Tentang temanku yg berjumlah lima orang termasuk temanku yg sedang membonceng aku ini. Tentang perkembangan hidup mereka dan aku. Kami saling bertukar cerita dan keadaan.

Ya aku dan temanku yg berjumlah 5 orang ini memang telah bersahabat selama 14 tahun. Aku biasa menyebut mereka dengan 5 punakawan karna aku dan mereka mempunyai hubungan yg sangat dekat. Bahkan kami sudah seperti saudara. Tak ada  kecanggungan dalam berinteraksi. Kami selalu terbuka dan apa adanya.

Kami merupakan insan yg selalu menahan rindu dan akan terbuai menuntaskan rindu itu saat kami bertemu, makan bersama atau mencari tempat tongkrongan utk minum kopi bersama. Tentunya aku dapat gratisan.
Maklum aku kan seorang tamu (yang selalu berharap gratis hehehe).

Tapi mereka curang! Mereka malas ke Jakarta utk menemuiku. Alasannya klasik. Yaitu sibuk dgn aktivitas mereka masing2. Padahal kalau saja mereka datang bersama-sama menemuiku di Jakarta, aku pasti juga akan menjamu mereka secara spesial. Inget itu Dul...! Aku tunggu kedatanganmu semua secara bersama!

Di sini, saat aku bertemu dgn 5 punakawan, aku juga mempunyai tradisi. Aku selalu mendapat sajen selamat datang dari setiap temanku itu. Sajen2 yg berbeda satu sama lain. Itu pernah kuceritakan pada tulisanku yg terdahulu.
Disini pula, diantara “dekapan” mereka aku merasa nyaman dan lebih fresh dalam sebuah persinggahan. Bisa menikmati istirahat sesuai kemauanku.

Tak lama kami pun berhenti di sebuah warung soto ayam untuk mengisi perutku yg memang sudah mulai keroncongan. Sebuah sajian pertama utkku dari salah seorang temanku ini.
Setelah itu kami segera menuju rumahnya utk istirahat sejenak melepas lelah, mengendurkan ototku yg masih tegang setelah lama berlari.
Tak lupa aku menghubungi seorang temanku lagi yg berada di Nganjuk sana. Dia adalah "ajudan"-ku yg selalu mengantarku wira-wiri selama aku berada di lingkungan 5 punakawan yg kediamannya saling jauh terpisah ini.

Dia memang yg paling wajib diberitahu tentang kedatanganku karna dia yg biasa menemaniku selama berkunjung ke teman2 lainnya.
Sekitar sejam kemudian dia datang dengan mengendarai motor. Tanpa basa-basi sang tuan rumah langsung mengajak kami ke warung mie ayam yang ada di depan rumahnya.
Ini sajen kedua yg mesti terpenuhi hehehe. Makanan yg wajib pedas utk menambah semangatku dalam sebuah perjalanan di pulau Jawa.
Dalam waktu singkat dua mangkok mie ayam telah berpindah ke dalam perutku, setelah sebelumnya semangkuk soto ayam. Waoow!

Setelah itu kami kembali ke rumah utk menikmati secangkir kopi dan sebatang udut sambil bercengkerama menunggu kantuk datang. Aku berisitirahat di sebuah kamar yg nyaman.
Kepada tiga temanku yg lain, aku  cukup memberi kabar saja. Karna mereka masih sibuk dgn aktivitasnya masing-masing. Mereka tak bisa datang berkumpul.
Namun aku berniat untuk menyambangi mereka satu2 bersama ajudanku esok harinya.

Malam itu aku melepas lelah, menikmati sebuah rindu bersama ajudanku disebuah kamar yg ada TV nya. Bak pacar yg sudah lama tak bertemu. Sang tuan rumah berada di kamar sebelah bersama istrinya mencari mimpi bersama.

Esoknya pagi menjelang. Setelah mandi, menikmati secangkir kopi dan sarapan, aku bersiap menuju Kertosono ke tempat dimana aku di jemput sehari sebelumnya utk berlari ke arah Nganjuk.
Aku kembali dibonceng tuan rumah. Ajudanku kembali ke Nganjuk utk menungguku datang.

Melewati jalan desa yg berbeda dgn arah laju motor yg kutumpangi kami menuju Kertosono.
Setiba di Kertosono, setelah temanku kembali pulang, aku mulai berlari menuju Nganjuk. Sebuah rute yg sgt familiar buatku.
Jalan rayanya terasa akrab di benakku. Antara Kertosono Nganjuk ini yg pernah membuatku  lelah berpikir saat aku berjalan kaki 3 tahun lalu. Saat itu aku merasa hendak cepat sampai Nganjuk di rumah ajudanku utk beristirahat total. Akibatnya, rute itu membuatku jenuh dan merasa jarak yg biasa saja terasa jauh sekali.
Kakipun terasa malas melangkah saat itu. Keadaan itu masih terekam baik di ingatanku.

Namun kali ini di perjalanan lari, jarak itu kembali seperti biasa saja. Sama seperti saat aku melewatinya dgn kayuhan sepeda. Aku merasa nyaman dan bisa menikmati suasana jalannya meter demi meter.
Aku berlari dalam khayalanku yg melayang jauh dgn iringan musik seperti biasa. Maklum perut sudah terisi baik dan istirahat nyaman malamnya.

Dan akhirnya aku tiba di kota Nganjuk tanpa kendala. Aku langsung menuju rumah temanku itu.
Istirahat sejenak lalu meluncur ke sebuah warung langgganan kami. Sajian berupa 2 gelas es dan sepiring rujak cingur.

Obrolan tadi malam di rumah teman (yg di Kertosono) tadi, kembali kuteruskan. Kali ini aku utarakan niatku untuk mendaki gunung Wilis dan mengajaknya. Aku ingin mendaki dgn santai sambil mengingat kenangan beberapa tahun lalu saat mendaki dgn teman temanku, yg salah satunya dia.
Temanku mengangguk tanda setuju. Namun berencana utk mengajak temanku yg lain yg tinggal di Kediri.

Selesai makan minum dan bersantai diwarung, kami pun segera meluncur ke Kediri dgn berboncengan motor. Kediri berada di Selatan kota Nganjuk.
Karena ini bukan rute pelarianku kembali pulang menuju Jakarta maka dari Nganjuk ke Kediri aku tak perlu berlari. Perjalanan kali ini adalah perjalanan dalam keadaan rest dan hanyalah bonus dari perjalanan lari.

Hanya membutuhkan waktu setengah jam utk tiba di rumah temanku di Kediri dgn perjalanan motor kecepatan santai. Kami langsung parkir di halaman rumah dan duduk di sebuah saung biasa kami bersantai bila singgah di sini.

Ini adalah teman ketiga yg kusinggahi dari 5 temanku yg kuangggap sebagai punakawan.
Dan seperti biasa sambutan hangat senyum sang tuan rumah dgn sajian sajen kebiasaanku: sebungkus sambal kacang pedas, seplastik kerupuk dan segelas es.
Kami ngobrol ngalor ngidul, becanda dan mengingat semua kenangan sambil bersantai menunggu teman satu lagi yg akan datang ke sini. Setelah itu ku utarakan utk mendaki bersama-sama.

Sebenarnya aku sangat senang jika teman2ku yg lima itu bisa ikut mendaki bersama. Tetapi karna dua temanku yg lain berhalangan dan sibuk dgn urusan keluarganya, jadilah perjalanan mendaki gunung Wilis hanya di aminkan oleh tiga temanku saja: seorang guru SMA, tukang lap gedung, dan seorang tukang listrik.
Dua temanku yg lain adalah seorang petani dan guru SD. Mereka berhalangan untuk bergabung dengan kami. Aku hanya bisa mendaki dgn 3 punakawan.

Tak lama temanku yg guru datang. Obrolan kami tambah ramai. Becanda dan saling ledek sudah menjadi ciri khas kami kalau sedang berkumpul seperti malam itu.

Plan perjalanan mendaki pun disusun dgn sederhana. Kami saling berbagi tugas tentang apa yg sekiranya akan dibawa nanti. Kami akan mendaki  melewati jalur desa Bajulan seperti yang biasa kami lakukan.
Jalur itu sudah sgt sering kami daki, hingga kami sudah hafal tentang seluk beluk suasana alamnya. Dan jalur ini adalah jalur pendidikan Mapala Pelita yg biasa dilakukan di tiap tahun dalam acara diklat anggota baru.

5 punakawanku adalah anggota Mapala Pelita. Dulu sewaktu pertama kali aku kenal saat singgah ke “tongkrongan”nya (saat itu Sekre pun belum punya), mereka masih aktif dan masih kuliah di sana.
Kini mereka sudah lulus dan bekerja dan sibuk dgn kehidupannya masing masing. Hanya  sesekali saja mereka mengontrol adik2nya dengan mampir ke Sekre.

Malam itu kami ngobrol hingga larut hingga kantuk menghampiri mata kami masing-masing.

*Mendaki gunung Wilis*

Singkat cerita kami berangkat dan menuju desa Bajulan. Salah satu desa di kaki gunung Wilis yang berada di wilayah kabupaten Nganjuk. Kami mengendarai motor. Aku berbonceng dgn tukang lap gedung, sedang lainnya menggunakan motor masing2. Beriringan melintasi persawahan desa dan alam desa yg masih segar dan enak utk dipandang. Bebas dari kebisingan dan kemunafikan kota. Sebuah suasana yg sungguh membuatku selalu kangen dan ingin hidup tentram di desa satu saat (itu kalau dapat jodoh perawan desa atau kembang desa wkwkwkwk).

Pada pendakian gunung Wilis ini, anggota kami bertambah satu orang. Salah seorang anggota muda Mapala Pelita ingin ikut bersama kami. Jadilah kami mendaki berlima.
Sebelum mendaki kami bersantai sejenak di sebuah warung utk menikmati secangkir kopi, mencari kehangatan dan melepas lelah setelah berkendaraan.

Suasana dingin sudah terasa. Sorepun tiba. Kami putuskan utk mendaki setelah sholat magrib,
Mendaki malam, mendaki dengan penerangan senter dalam kegelapan malam gunung. Udara dingin aku nikmati dan aku resapi. Kerinduanku pada gunung membuatku selalu berusaha menikmati suasananya dgn hikmah. Aku mencintai pendakian dgn sepenuh jiwa.

Sebenarnya aku sudah malas utk mendaki malam hari. Karna menurutku, mendaki malam hari adalah pendakian yg tak sehat. Bayangkan, manusia yang diciptakan dgn keterbatasannya, alangkah baiknya jika beraktivitas pada siang hari. Dan malam dijadikan sebagai waktu berisitirahat. Lagi pula di malam hari tumbuhan mengeluarkan CO2, yg tak bagus utk kesehatan manusia. Beda dgn siang hari dimana tumbuh tumbuhan mengeluarkan O2.
Apalagi aku mudah mengantuk tatkala malam di iringi udara dingin. Pertimbangan itu yg kerap aku hindari melakukan pendakian malam hari. Namun kali ini aku terpaksa mendaki malam hari karna temanku bilang bahwa pendakian malam hanya sebatas pos Sekartaji. Sebuah pos dimana terletak mata air yg bisa kita gunakan utk minum ataupun mandi.

Akhirnya setelah sholat magrib, pendakianpun dimulai. Kami berjalan saling beriringan. Temanku yg seorang tukang lap gedung berada paling depan diikuti anggota muda, guru SMA, tukang listrik dan aku yg paling belakang.
Dalam pendakian kali ini temanku yg guru SMA yg membawa keril paling besar karna dia membawa tenda yg cukup besar dan logistic yg lumayan banyak utk kebutuhan selama pendakian. Sedang aku adalah pendaki yg paling ringan membawa beban. Aku hanya mendaki dgn sebuah bodypack yg kugunakan dan menemaniku selama perjalanan lari ini. Dan aku juga mendaki hanya dgn bertelanjang kaki. Tanpa mengenakan sepatu yg telah menemaniku berlari!

Aku berpikir hal ini utk mencegah sepatuku rusak dlm pendakian ini. Lagipula aku sudah terbiasa mendaki tanpa alas kaki. Jadi tak masalah pikirku.
Sebenarnya aku sudah menawarkan utk membawa keril yg paling besar dan berat, namun temanku itu tak mau berbagi. Katanya, dia ingin mendaki dgn bebannya sendiri utk lebih mengerti tentang pendakian sebenarnya.

Aku hanya tersenyum dan terus mendaki dgn beban yg menurutku tak ada ini. Maklum biasanya setiap aku mendaki aku selalu membawa beban yg berat. Aku tak mau mendaki dgn persiapan yg tak matang. Aku ingin mendaki dgn kebutuhan yg cukup. Tidak mendaki dgn gaya koboi seperti yg kulakukan pada awal2 aku hobi mendaki, dimana aku mendaki hanya dgn tas kecil yg hanya berisikan makanan minuman secukupnya. Juga tanpa membawa tenda yg tatkala malam aku tidur hnya menggunakan bivak, menahan dingin yg amat sangat.
Walaupun kuakui akhirnya aku tangguh di pendakian karna sistem pendakianku dulu itu.
Hal ini juga menjadikanku tahan banting hingga pendakianku kini (sering) beralih ke pendakian dgn membawa sepeda hingga ke puncak gunung.

Pendakian gunung dengan membawa sepeda hingga ke puncak, menurutku adalah sebuah pendakian berat dan bikin pusing kepala! Tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang! Aku mengayuh sepeda dari rumah untuk menuju sebuah lokasi pendakian dan kemudian mendaki gunung dengan menyertakan sepeda tersebut hingga ke puncak. Dan hingga saat ini aku sudah melakukannya sebanyak 18 kali! (lihat di sini: rekorku)
Semuanya itu bisa kulakukan dgn membutuhkan sebuah proses dan tahapan2 yg kulewati selama aku mencintai dunia pendakian.

Pada pendakian kali ini aku senang dgn pikiran yg sgt segar karna bisa menikmati pendakian santai, tanpa beban dan ditambah mendakinya bersama 3 punakawan. Mendaki dalam reuni dan dalam mengenang kerinduan….

Keadaan gelap gulita. Hanya penerangan senter yg menjadikan kami bisa melihat jalur pandakian. Sesekali kami berhenti sejenak menahan lelah dan meneguk air penghilang dahaga.
Temanku guru SMA yg terlihat paling lelah dan dehidrasi. Wajah dan kaos nya basah kuyub oleh keringat. Wajar saja bila di tiap jalur yg ada tanah lapang dia meminta kami utk berhenti agak lama melepas lelah dan menikmati dahulu sebatang rokok, sambil bercanda menikmati malam. (kalau aku mah di tiap istirahat cukup melamun, membayangkan dapat pacar cantik yg hobi mendaki juga. Syukur2 yg punya warisan banyak hehehe. Uedan!!)

Akhirnya tanpa halangan, kami tiba di pos Sekartaji. Pos yg diharap. Pos yg bisa menjadikan malam itu kami tidur pulas dan penuh kedamaian.
Pak  guru pun langsung membuka kerilnya dan mengambil tenda. Bergegas tenda kami pasang bersama. Setelah selesai berdiri, ternyata temanku tukang listrik juga membawa tenda, walau ukurannya lebih kecil dan ringan.
Dia cengengesan seperti orang menang taruhan. Aku tak menyangka tasnya yg tak besar bisa memuat tenda. Makanya aku tak mengira dia bawa tenda. Padahal tadinya aku sudah niat utk tidur di luar karna kuyakin tenda pak guru tak muat utk kami berlima.

Malam itu setelah tenda berdiri, kami menikmati malam di luar tenda dgn menggelar matras sambil nyeruput segelas kopi dan menghisap sebatang rokok. Sedang angggota muda bertugas membuat api unggun sebagai penyeimbang kehangatan dari dinginnya malam.
Ah sungguh pendakian kali ini adalah pendakian yg benar2 sangat mengasyikan. Membuat perasaanku tenang dan damai. Kamipun baru berhenti ngobrol setelah kami masing2  mulai mengantuk dan pulas mencari mimpi, melewati malam yg cerah, lewat hayalan tentang keindahan.
Kami pun segera masuk ke dalam tenda dan meringkuk dipeluk dinginnya gunung Wilis.

Esoknya setelah sarapan dan mandi di mata air yg berbentuk pancuran bambu, aku mulai bersiap utk melakukan pendakian menuju puncak. Namun ketiga punakawanku itu tak bergeming dan enggan utk meneruskan pendakian, mereka berkata padaku bahwa mereka hanya ingin bersantai di pos Sekartaji, menikmati indahnya suasana.
Lalu mereka menyuruh anggota muda dari mereka utk ikut denganku, agar bisa membantuku mengambil gambar saat aku tiba di puncak nanti.

Akhirnya aku mendaki dgn anggota muda. Untuk mempercepat langkah, kami berdua hanya membawa dua botol air ukuran sedang dan beberapa cemilan utk logistik, karna aku tahu dari pos ini aku hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam kalau mendaki dgn cepat lalu bisa lekas turun kembali utk bersantai di pos ini lagi.

Setelah pamit pada tiga punakawanku, kami berdua mulai mendaki. Aku berjalan di depan sedang anggota muda Mapala Pelita yg baru kukenal itu mengikutiku dari belakang.
Sengaja aku berjalan di depan agar aku bisa mengerti seberapa kuat langkah kaki dan nafasnya dalam melakukan pendakian. Karna aku ingin berbagi tips utknya tentang cara mendaki yg kuat. Karna selama ini belum ada pendaki yg mendaki bersamaku bisa mengikuti persis di belakangku tatkala aku mendaki dgn cepat.

Aku tahu di luar sana masih banyak pendaki yg kuat melangkah dgn cepat sepertiku. Aku juga tak merasa hebat. Aku hanya ingin berbagi pengetahuanku tentang menata langkah yg seirama dgn nafas agar bisa mendaki dgn cepat tanpa merasakan lelah yg berlebihan.
Karna di Mapala Pelita setidaknya aku adalah tamu kehormatan dimana para pendirinya boleh dibilang masih adik-adikku juga. Usia mereka masih lebih muda beberapa tahun di bawahku. Persahabatanku dan pelita sudah lama terbentuk sejak mereka mulai didirikan.

Aku juga merasakan saat2 Mapala Pelita masih baru dan gembel tak mempunyai Sekretariat, aku ikut tidur bersama. Menghampar menumpang inap di Sekre Pramuka.
Itulah kenapa hingga kini jiwaku masih ada di Mapala Pelita. Sebuah mapala yg telah melahirkan persahabatan sejati aku dgn lima punakawan.

Aku terus melangkah. Anggota muda tetap mengikutiku di belakang. Perlahan dia tertinggal jauh tapi beberapa kali kuhentikan langkah utk menunggunya. Begitu seterusnya.
Saat jalur mulai tiba di punggungan terakhir yg mengarah puncak, langkah kuperlambat agar aku bisa mendaki dgn jarak yg dekat. Tas punggungnya yg tak berat aku ambil kukenakan agar dia bebas dari beban dan bisa melangkah lebih fresh.
Sepanjang jalan menuju puncak, aku memberi sedikit penjelasan dan pengalamanku dalam mendaki gunung, aku berharap dia kelak bisa mendaki lebih kuat, berani, dan bisa menghikmah arti sebuah pendakian.

Setelah mendaki yg kurasa tak membutuhkan waktu lama, hanya kurang dari dua jam, aku tiba di puncak di ikuti anggota muda itu. Lalu tanpa banyak membuang waktu, aku memintanya utk mengambilkan gambar dari kamera ponselku.
Lega rasanya karna aku sudah bisa menuntaskan niat dari perjalanan lari tahun ini, yg mewajibkanku utk mendaki sebuah gunung.
Kini aku hanya berpikir utk meneruskan perjalanan lari menuju pulang dgn hati2 dan bisa selamat sampai di Jakarta.

Setelah kurasa cukup mengambil gambar sebagai dokumentasi pendakian, aku mengajak anggota muda utk bergegas turun menuju pos Sekartaji, agar tiga punakawanku merasa tak menungguku terlalu lama. Lalu kami melangkah turun. Perjalanan turun sedikit santai, aku terus mengajaknya bicara sambil menikmati suasana keindahan sekitar jalur yg kami lewati.
Perlahan namun pasti langkah kami terus turun. Meter demi meter hingga akhirnya kami tiba kembali di pos Sekartaji.

Tiba di pos tiga punakawan menyambutku dgn senyum. Mereka sudah siap membuatkan aku segelas kopi, sementara aku langsung menuju pancuran bambu utk membersihkan badanku agar menjadi segar kembali.

Bagiku mandi di sini sungguh menyenangkan, airnya segar dan bersih. Suasananya yg alami dan hening menambah syahdu irama gemercik air yg mengucur dari sebatang bambu.
Kerinduanku akan gunung Wilis dipendakian kali ini terbayar sudah. Kerinduan setelah terakhir ku mendaki gunung ini pada tahun 2007 dalam acara diklat anggota baru Mapala Pelita.
Air pancuran bambu sudah membuatku segar dan nyaman. Lalu aku kembali bergabung dgn tiga punakawan utk bersantai, ngobrol ngalor ngidul lagi, menunggu hari agak sore untuk turun.

Menjelang waktu ashar, kami bersiap. Tenda kami bereskan. Semua peralatan kami masukan ke dalam masing2 tas. Tak lupa lokasi tempat kami memasang tenda kami bersihkan. Sampah yg tak banyak kami kumpulkan lalu kami bakar. Juga tak lupa bekas perapiannya kami matikan.

Dalam pendakian ini kami tidak membawa logistik yg berbentuk kaleng. Hanya logistik dgn bungkusan plastik. Karna kalau logistik yg berbentuk kaleng tak bisa di bakar dan wajib dibawa turun kembali agar kebersihan gunung tetap terjaga.

Dan setelah beres kamipun turun. Melangkah menuruni gunung dgn langkah beriringan seperti saat mendaki.
Aku tetap berada di urutan paling belakang agar aku bisa menikmati suasana alam yg kulewati tanpa tergesa- gesa dan lebih santai.
Perlahan namun pasti kami menuruni gunung tanpa halangan yg berarti. Aku yg berada paling belakang berjalan santai, asyik sambil ngobrol dgn ajudanku, salah satu punakawan yg jarak denganku berdekatan. Sedang lainnya sudah lebih jauh melangkah.

Kami berdua ngobrol tentang semua kenangan saat aku mendaki bersama dgnnya. Tentang keceriaan dan keindahan. Bahkan tentang hal yg lebih privasi diantara kita. Maklum ajudanku ini yg paling dekat dgku dari ke lima punakawan. Aku biasa bercerita terbuka tanpa ada rahasia atau sungkan.

Langkahpun terasa ringan jika dibawa santai. Walau sekali aku terjatuh karna terperosok pada sebuah lubang, perjalanan turun gunung itu sungguh mengasyikan yang membuat hatiku terasa nyaman dan damai.
Tanpa membutuhkan waktu lama, akhirnya kami tiba kembali di desa Bajulan dgn selamat. Kami langsung bergegas mengambil motor yg dititipkan di rumah salah satu penduduk, utk kembali pulang karna salah punakawanku yg tukang lap gedung mendapat kabar bahwa adik perempuannya masuk rumah sakit. Niat yg tadinya ingin bersantai sejenak di desa, mau tak mau kami batalkan dan harus pulang karna mendapat kabar duka tadi.

Motorpun kami “tunggangi” dan memaksanya turun memutar rodanya. Aku berboncengan dgn pak guru. Tukang lap gedung pamit langsung dan tancap gas melesat paling depan bergegas pulang. Tukang listrik juga izin pulang ke Nganjuk utk melepas kangen dan “lapor” ke istri tercintanya. Sedang aku mengikuti laju motor pak guru menuju rumahnya di kota Kediri diikuti laju motor anggota muda di belakang.

Udara dingin karna hembusan angin menemani perjalanan itu. Sebelum memasuki kota Kediri anggota muda memberi kode bahwa dia akan berbelok jalan utk pulang ke rumahnya. Sedang aku terus menuju masuk kota Kediri ke rumah pak guru dan akan menumpang tidur malam itu di kamarnya utk mencari mimpi. Ssebuah mimpi yg kuharap indah. Mimpi yg bisa membuatku melupakan cinta yg pernah hilang (beginilah nasib petualang yg pernah patah hati. huks.).

Pendakian gunung Wilis usai sudah. Separuh perjalanan sudah kulalui. Kini di kota Kediri diantara kehidupan lima punakawan, aku ingin sedikit menghabiskan waktu yg tersisa sehari lagi utk menuntaskan kerinduan  dan bersantai.
Tempat tinggal lima punakawan yg berjauhan terkadang membuatku bingung. Aku harus pintar mengatur waktu utk bisa mengunjungi mereka. Untungnya ajudanku selalu setia mengantar memboncengku dgn motornya utk menyambangi mereka satu satu.
Bahkan, saat kemarin turun gunung dia pulang ke rumahnya di Nganjuk, paginya dia sudah berada di rumah pak guru tempat ku menginap. Ia menemaniku dgn setia karna dia tahu aku ingin menyambangi dua punakawan lainnya yg tak ikut mendaki, utk bertemu lagi dan sekalian pamit pulang meneruskan perjalanan lari ini.

Di rumah pak guru SMA ini agendanya hanya bermalasan di kamar sambil nonton TV. Namun menjelang tengah hari sang tuan rumah mengajakku dan ajudan utk menikmati secangkir kopi di sebuah warung langganannya. Aku mah hanya bisa mengangguk manut (lah wong jenenge di jak gratisan woke sajalah hehehe). Paling kalau mereka main ke Jakarta biar aku yg balik traktir minum kopi sampai perutnya kembung (sing duwe warung ne di dol yo ta bayari sisan ).

Lepas bersantai ngopi together di warung, aku langsung pamit pada pak guru utk menuju rumah temanku yg seorang petani. Karna diantara lima punakawan, tinggal petani yg rumahnya belum ku jadikan tempat nginap.

Lalu motorpun dipacu ajudan menuju rumah sang petani. Tak lupa sebelumnya aku mengucap banyak terima kasih pada pak guru, menjabat tangannya, dan menahan sedih karna hanya akan bertemu lagi jika aku melakukan petualangan kembali kearah Timur.
Jalan raya pun kami telusuri dgn kecepatan santai, karna motor ajudan memang tak bisa kebut. Selain karena sudah sakit sakitan juga karena si motor sudah berumur. Kalau hitungan orang kerja, tuh motor sudah memasuki masa pensiun. Sudah semestinya duduk manis di rumah jagain cucu, memperbanyak pahala, dan menghitung mundur dapat jemputan izroil hehehe.

Lepas jalan raya kota Kediri, kami mulai memasuki jalan raya desa yg terkadang berupa areal persawahan masih terlihat manis dan mempesona. Mengingatkan akan kedamaiaan dan keteduhan.
Namun ajudan mesti jeli melihat dan memilih jalan karna jalannya masih terdapat beberapa lubang yg bisa menggetarkan roda motor dan degub jantung ini.
Dalam hati aku selalu bersyukur, aku masih diberi takdir mempunyai teman yg bisa berbagi dan mengerti arti sebuah persahabatan. Karna dgn persahabatan ini aku bisa menikmati suasana desa dan melihat potret kehidupannya. Berbeda dgnku yg seorang anak kota yg kehidupan ini hanya berhubungan dgn hiruk pikuk kota, polusi dan kesemrawutannya. Ketenangan seperti desa tak pernah ada.

Singkatnya, kami sampai dan langsung disambut hangat seperti biasa kalau aku datang bertandang. Kali ini pak tani ini sudah mempunyai seorang anak. Mereka sudah beberapa tahun menikah  namun sang istri belum juga ”melendung” yg mungkin tendangan petani selama ini kurang akurat dan kurang jos.

Kebahagiaan terlihat di wajah mereka yang kini sudah menjadi orangtua. Mempunyai generasi penerus yg bisa mendoakan mereka kelak sang anak besar.
Secangkir kopipun disuguhkan dgn cemilannya. Obrolan dimulai. Bercerita apa saja yg sekiranya asik utk dibicarakan. Kali ini aku tidak mampir kerumah petani yg dulu masih ikut dgn orangtuanya. Tapi kali ini temanku sudah mempunyai sebuah rumah yg dibangun di atas tanah warisan persis di samping rumah orangtuanya.

Walau bangunannya terlihat belum sempurna tapi rumahnya sudah bisa dijadikan sebagai tempat tinggal yg nyaman. Bagiku yg penting malam itu aku bisa tidur dgn nyaman seperti malam2 yg lalu saat tidur dirumah punakawan yg lain.
Paling tidak niatku utk menyambangi satu satu rumah lima punakawan sudah terpenuhi dalam perjalanan kali ini. Akupun mencari mimpi cukup di sebuah sofa panjang sedangkan ajudan asyik terkapar di depan TV beralas matras bergambar shaun the sheep, kartun kesukaanku.


*Melanjutkan Lari*

Esok paginya aku pamit utk menuju Nganjuk. Sejenak mampir di rumah ajudan lalu kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Jakarta.
Akupun dilepas ajudanku di pinggir jalan raya. Keharuan melintas dibenakku. Kunjungan ke tempat lima punakawan terasa singkat. Kerinduan selalu saja ada di setiap perjalanan2 yg kulakukan ke arah Timur. Bagiku mereka sudah menjadi bagian dari hidupku dan mereka adalah persahabatan yg sesungguhnya.

Kujabat erat dan kupeluk ajudanku. Kuucapkan terima kasih yg telah menjamuku, menemaniku mendaki dan mengunjungi punakawan yg lain.

Dan dengan basmalah aku mulai mengayunkan kaki untuk berlari kembali berseteru dgn bisingnya deru kendaraan yg berseliweran di jalan dan polusi yg keluar dari knalpotnya.
Semangatku masih tinggi. Kakiku masih mampu melangkah jauh. Keringat mulai membasahi kaos dan celanaku. Detak jantungku mulai meningkat. Kembali bertarung menyusuri jalan raya setelah mendaki gunung dan beristirahat.
Hari itu aku berlari hanya bisa mencapai pinggiran kota Madiun dan bermalam di sebuah pom bensin.

Bangun pagi sehabis sholat subuh, kembali aku berlari melanjutkan perjalanan. Berlari menyambut pagi dgn semangat yg tetap tinggi mencumbui jalan raya. Saat memasuki kota Madiun, kusempatkan mampir ke stasiun kereta api utk mengambil kaos yg dipaketkan pihak League lewat jasa kereta api, yg sebelumnya aku ditelpon utk janjian dgn kerabat pihak league yg tinggal dekat Madiun.
Dan setelah paket kaos itu sudah di tanganku, kaos lama yg sudah menemaniku selama perjalanan aku buang ke tempat sampah. Kukenakan kaos baru pemberian league dan berlari lagi.

Melewati tengah hari aku tiba di jalan desa pinggir jalan raya, dimana bapakku dilahirkan dan dimakamkan. Lalu aku berbelok dan berlari memasuki desa dan langsung menuju ke pemakaman desa, dimana bapakku beristirahat utk selamanya.
Setahun sudah aku meninggalkan makam ini. Ya aku hanya bisa mengunjungi makam bapakku jika aku sedang melakukan perjalanan ke arah Timur. Aku selalu mewajibkan diriku utk menengok makam dan membersihkannya.

Makam terlihat tak terurus. Rumput dan tumbuhan kecil menutupi menambah tak enak dilihat. Aku mulai mencabuti rumput2 itu hingga bersih dan juga menyapu areal makam dgn sapu lidi yg kupinjam dari kerabat bapak yg tinggal disini.
Setelah itu aku berjongkok memanjatkan doa kepada yg Maha Kuasa agar bapakku dimaafkan segala dosanya dan dipermudah alam kuburnya.

Sungguh aku selalu teringat akan almarhum bapakku ini. Aku tak pernah bisa melupakannya. Seorang figur dan idola di keluarga kami yg mempunyai jiwa sederhana, jujur dan sangat bertanggung jawab.
Bahkan aku pribadi mengidolakan bapakku di nomor urut dua setelah nabi Muhammad. Aku sangat mengagumi, aku sangat merasa kehilangannya. Apalagi saat bapak meninggal aku tak berada disisinya tetapi sedang berada di tempat yg jauh saat aku dalam perjalanan bersepeda di Timur Flores sana. (baca: saat kepedihan itu datang)


Kini bapakku sudah tiada. Aku hanya bisa mendoakan dan selalu membersihkan makam jika aku dalam perjalanan seperti sekarang ini.

Setelah melepas rindu ini, aku meninggalkan makam. Menyusuri jalan desa, lalu kembali ke jalan raya untuk kembali berlari melanjutkan perjalanan. Berlari di sisa hari yg mulai mendekati gelap hingga aku tiba di Ngawi utk bermalam. Bersyukur ada seorang teman yg menyilakan aku tidur di mess Persinga Ngawi.
Malam yg kukira kan menikmati malam di pom bensin pun urung. Aku bisa tidur dgn nyaman di markas pemain bola itu. Bahkan aku sempat dijamu di sebuah angkringan tuk makan malam sebelum mata ku terpejam karna lelah.

Esoknya setelah pamit dgn seorang teman yg mempersilakan bermalam, aku mulai berlari lagi meninggalkan Ngawi. Aku berlari masih dgn irama yg sama, persatu jam lari aku istirahat, lalu lari lagi, istirahat, lari dan seterusnya. Membawa beban di punggung membuat pelarianku seperti itu. Aku benar2 menjaga kondisi tubuh.

Aku melewati kota2 yg sudah familiar di hidupku. Jalur ini memang jalur yg sering kulalui saat bersepeda dan berjalan kaki. Entah sudah berapa kali kulalui jalan raya ini. Yg jelas jalur ini begitu melekat di benakku.

*Fisik Melemah*

Saat aku telah melewati kota Solo menuju Yogyakarta, sebagai titikku berhenti yg nyaman karena disana ada mess Balai Diklat Depkeu yg biasa kusinggahi tatkala aku berpetualang ditanah jawa, aku merasakan fisikku melemah. Di tengah hari antara Solo Yogya, aku merasa lemah dan malas tak seperti hari2 biasanya.
Tengah haripun aku beristirahat lebih lama dari biasanya. Semangat yg biasanya membara, meluntur entah kemana.

Bahkan perkiraan waktu yg menurutku bisa mencapai Yogya pada pukul 7 malam, melorot jauh hingga setengah sepuluh malam. Salah satu penyebabnya adalah kondisi kakiku. Boleh dibilang kakiku cedera. Dengkul kiriku kumat seperti saat aku memasuki kota Semarang beberapa hari lalu.

Saat kukabarkan kondisiku yg lemah itu, abangku yg sebagai monitoring perjalananku ini, memberikan saran yg keras agar aku mengakhiri pelarian karna dia khawatir kakiku kan bermasalah yg berkepanjangan.
Ia khawatir kondisi ini nantinya bisa membahayakan kakiku hingga tak bisa melakukan perjalanan2 lainnya di masa yang akan datang.

Kakiku memang cedera parah. Lariku tak lagi mantap. Aku berlari tak bisa lari persatu jam. Aku selalu menahan nyeri dan lariku seperti orang yg pesakitan.
Namun semangatku ternyata masih tinggi. Kutepis dan kutolak anjuran abangku. Bagiku pantang untuk mundur dalam sebuah petualangan. Karna jiwaku memang sudah ada di sini, di dunia petualangan!
Aku sangat mencintai petualangan ini. Tak ada kata menyerah pada kamus ku.

Dalam keadaan parah aku berusaha menikmati lari malam itu. Menikmati malam minggu bercumbu dgn jalan raya dan dingin malam. Malam minggu adalah malam yg istimewa. Malam yg menambah gairah berlari walau iramanya melemah. Aku adalah aku. Aku tak mau menyerah hanya karna cedera yg menurutku masih bisa kuatasi ini.

Akhirnya aku bisa menggapai Yogya. Aku langsung menuju kantor Balai Diklat Depkeu. Aku disambut teman abangku dan beberapa satpam yg berjaga. Seperti biasa mereka bertanya tentang perjalananku dengan senyum ramah.
Di sini bagiku adalah tempat yg nyaman dan pas utk melepas lelah. Dalam perbincangan mereka selalu bertanya dan memberi support.

Mereka terheran dgn perjalananku kali ini yg terbilang nekat dan langka. Ya di sini memang aku biasa singgah. Sebuah kantor Balai Diklat, dimana abangku pernah bertugas.
Tatkala aku datangpun sebuah kamar sudah disiapkan jauh hari sebelum aku tiba. Sungguh sebuah tempat singgah yg membuatku merasa nyaman dan damai. Apalagi kamar yg kutempati selalu ruang ber-AC, dimana kesejukkannya membuatku kian terlena melepas lelah.

Akhirnya kuputuskan utk beristirahat sehari utk penyembuhan kakiku. Dengkul kaki yg nyeri kubebat dgn pembebat yg kubawa dari rumah. Kejadian ini persis dgn saat aku memasuki Semarang beberapa waktu lalu.
Awalnya aku hanya ingin istirahat semalam dan melanjutkan perjalanan esok harinya. Namun kondisi yg tak memungkinkan membuatku wajib istirahat. Keyakinanku sangat tinggi akan kesembuhan dengkulku ini jika aku bawa untuk beristirahat sehari dgn dibebat.
Hanya akulah yg mengetahui kondisi tubuhku ini. Sedang abangku yg tadinya melarang meneruskan perjalanan, dia hanya memantau dan ingin melihat perkembanganku selanjutnya.

Esoknya satu harian aku hanya di kamar berbaring di tempat tidur bermalas-malasan sambil menonton TV yg disediakan di kamar. Juga menikmati sejuknya kamar.
Aku hanya keluar kamar tatkala aku ingin mencari makan sekaligus melatih kakiku melangkah selama masih dibebat.
Perlahan nyeri mulai menghilang. Kondisiku mulai membaik seperti perkiraanku. Semangat kembali membara. Kukabarkan abangku bahwa aku kan tetap melanjutkan perjalanan hingga Jakarta sampai tuntas. Tak ada kata menyerah!

*Meninggalkan Yogja*

Setelah istirahat seharian di Balai, esoknya aku pamit pada satpam dan teman abangku. Aku berlari kembali. Lariku lebih terasa ringan tak seperti saat malam minggu yg kelabu itu.
Bahkan jarak yg kutempuh lumayan jauh dalam sekali start. Dari lokasi Balai yg berada di pinggir kota Yogya, aku baru istirahat di persimpangan antara Magelang dan Purworejo. Aku rest di sebuah mini market membeli air dingin tuk melepas dahaga yg tinggi, sambil menikmati kendaraan yg berlalu lalang. Setelah itu kembali berlari mengikuti jalan raya menuju arah Purworejo.

Dari Yogya perjalanan arah pulang ini, beberapa hari aku mendapat cuaca yg tak bersahabat tatkala hari menjelang sore. Hujan sering menghampiri dan membuat perjalanan lariku tersendat. Jelas di saat hujan aku tak berani melakukan lari karna aku malas berlari dengan kondisi kaos, celana, dan sepatu basah. Yg bisa membuat perjalanan menjadi tak nyaman.
Kilometer yg kuharap pun tak bisa sesuai dgn kemauanku. Bila sudah begini, aku hanya bisa bersabar menikmati suasana dan keadaan di jalan. Bagiku perjalanan apa pun, dlm kondisi apapun, kalau bisa kita nikmati dgn baik. Mudah-mudahan akan menjadi perjalanan yg asyik dan mudah utk dilakukan.

Rute yg kuambil setelah meninggalkan Yogya adalah melewati Purworejo, Kutoarjo, Prembun Kebumen, Buntu hingga Wangon.
Dari Wangon aku tak memilih jalan yg ke arah Majenang via Ciamis Tasik yg merupakan lintas Selatan Jawa tetapi aku  memilih kembali ke Utara melewati Ajibarang, Bumiayu, Prupuk, Ketanggungan hingga kembali ke jalur pantura menuju Cirebon.
Karna menurutku kembali ke jalur Utara membutuhkan waktu yg lebih cepat daripada melewati jalur Selatan yg lebih jauh dan jalannya banyak menemui tanjakan. Dan tentu saja akan membutuhkan tenaga yg ekstra. Lagipula di jalur Selatan aku tak mempunyai teman yg bisa dijadikan tempat singgah yg kuharap bisa menjadikan istirahat yg nyaman.

Antara rute Yogya Cirebon, di malam hari aku sering istirahat di tempat-tempat yg sama seperti saat aku melakukan perjalanan jalan kaki. Aku merindukan dan mengenang perjalanan itu. Aku sengaja membuat target pemberhentian yg sama dgn perjalanan jalan kaki. Perasaanku jauh melayang. Dulu perjalanan jalan kaki yg kuanggap sulit, perjalanan yg bagiku sensasi hidup, kutelusuri jejaknya dalam perjalanan lari yg ternyata jauh lebih sulit ini.
Aku selalu menghargai titik2 pemberhentian itu dan menjadikannya sebagai sebuah kenangan.  Tempat yg menjadikanku tidur dgn nyaman walau hanya sebuah pom bensin, mesjid, atau halaman restoran. Bukan penginapan atau hotel!

Perjalanan menuju arah pulang ini, kondisi kakiku masih stabil dan kuat. Cidera dengkul saat di Yogya sudah tak terasa lagi. Hanya saja waktu aku berlari antara Ajibarang menuju Ketanggungan, aku terlalu memaksakan utk berlari sesuai target itu. Hingga malam menjelang aku masih berlari menyusuri jalan yg kondisinya gelap dan berlubang.
Hal ini membuatku harus ekstra hati2 agar langkahku tak terjerembab ke lubang dan jatuh yg bisa mengakibatkan cedera kaki karna keseleo.
Mungkin di antara perjalanan lari yg memasuki malam hari, hanya di jalur ini yg membuatku sangat berhati-hati karna kondisi jalan yg rusak parah penuh lubang. Aku hanya bisa berlari dgn santai tanpa bisa berlari dgn cepat.

Jalur ini adalah jalur alternatif. Bukan jalan raya utama seperti Pantura atau jalur Selatan. Suasana jalan ini sepi dan kondisinya sedang rusak. Ditambah tak adanya penerangan jalan. Sehingga aku berlari harus menggunakan sebuah alat semacam gelang yg ada lampunya agar posisiku bisa telihat kendaraan yg melintas.
Karna aku tak mau tiba2 tertabrak atau keserempet kendaraan.

Alat ini hadiah pemberian teman pelari Surabaya yg tempo hari menyambutku saat memasuki kota Surabaya. Sebelumnya, jika berlari malam aku berlari tanpa lampu. Hanya nekat dan waspada yg aku lakukan. Kini setelah mempunyai alat itu, aku berlari merasa lebih nyaman dan aman.

Dalam pelarian malam itu dgn kondisi jalan yg rusak, aku selalu menghubungi temanku utk memberi tahukan pergerakan posisiku. Seorang teman yg berpesan utk singgah di rumahnya.

Berlari dalam kehati-hatian, tak bisa berlari dgn cepat. Udara malam yg dingin juga menambah cobaan dalam berlari. Namun dgn keyakinan yg teguh, akhirnya aku bisa melewati jalur yg kuanggap sebagai jalur terburuk selama aku berlari itu dgn baik tanpa halangan yg berarti.

Temanku menyambut dgn senang. Memapak di tengah perjalanan sebelum rumahnya dgn mengendarai sepeda motor. Malam itupun aku menginap di rumahnya, dgn nyaman, dgn damai dan tentunya dgn menu makanan yg enak yg disuguhkan temanku sebagai jamuan kedatanganku,

Perjalanan ku kali ini membuatnya heran dan takjub. Dia berpikir, dulu saat aku melakukan perjalanan jalan kaki saja baginya adalah perjalanan yg gila. Kini dia berpikir perjalanan kali ini jauh lebih gila!

Aku hanya tersenyum dan bercerita tentang perjalananku itu dan perjalanan2 lain yg akan kulakukan. Temanku hanya bisa mendengarkan dan mendoakan semua niatku dalam berpetualang. Mungkin baginya berteman dgnku adalah sebuah pencerahan tentang dunia petualangan. Sedang aku sendiri berteman dgnnya adalah sebuah rasa terima kasih karna selama ini aku selalu membuatnya repot. Selalu hanya bisa menumpang bermalam, melepas lelah dan minta makan :) :)
Terima kasih teman. Dirimu masih menjadi bagian di hidupku di dunia petualanganku!

*(Kembali) Memasuki Cirebon*

Esoknya aku pamit utk melanjutkan perjalanan lari kembali menuju Cirebon. Di pagi itu sebelum berangkat, aku disajikan makan pagi yg bagiku sangat istimewa. Sang istri memasak dgn menu yg spesial. Sebuah penghargaan utk seorang aku yg hanya seorang tamu yg bisanya hanya menyusahkan teman.
Pagi itu menjadi terasa berbeda dari pagi yg pernah kujalani selama perjalanan. Makan pagi dgn percakapan santai dgn menu makan yg enak di pandang mata dan di mulut.

Setelah mengucap terima kasih, aku mulai meninggalkan rumahnya utk berlari kembali menyusuri jalan raya menuju Cirebon. Berlari dalam irama yg sama. Berlari dgn penuh semangat, melawan teriknya matahari dan dehidrasi yg tinggi penuh kesabaran dan bertahan.

Tiba di Cirebon aku bisa melepas lelah dgn bebas. Aku kembali mampir di Balai Diklat, yg merupakan titik istirahat langgananku jika sedang melakukan perjalanan di pulau Jawa.
Sebuah tempat istirahat yg bagiku paling nyaman di antara tempat2 yg lain karna di sini aku bisa bebas tanpa rasa sungkan.
Dan malam pun aku bisa menutup mata dgn nyenyak, mencari mimpi dgn baik .

Setelah kembali tiba di kota Cirebon, kini aku menyisakan tahap terakhir: Cirebon Jakarta. Sebuah jarak yg memakan waktu 6 hari perjalanan. Sebuah rute jalan raya yg sibuk dan padat. Penuh kebisingan dan kemacetan di beberapa lokasi. Yg polusinya selalu menyesakkan pernafasan. Kesemrawutan tatkala macet. Penuh sopir2 yang ugal-ugalan dan tak sabaran.

*Etape terakhir: Cirebon Jakarta, dan kisah Kang Uyuh*

Aku berlari dalam pikiran yg menghayal jauh dan selalu berimajinasi dgn iringan musik. Berusaha tenang, santai, dan sabar tak memikirkan kondisi sepanjang jalan. Irama kakiku pun masih sama. Penuh semangat, kokoh, dan bertahan.

Ada sebuah kisah pelajaran buatku saat aku berusaha menginap di daerah Patokbeusi. Namanya Kang Uyuh. Orangnya pendek, sederhana, dan sangat santun.
Aku mulai mengenalnya saat dalam perjalanan keberangkatan lari. Saat itu aku tak sengaja rest di depan gudang Bulog. Hal itu karna kebetulan aku berhenti saat merasa kaki telah lelah dan waktu itu aku mengalami haus.
Terbesit aku ingin meminta air minum. Saat itu satpam sedang tak ada. Hanya ada Kang Uyuh yang menyambutku dengan senyum.
Sedikitpun dia tak curiga dengan penampilanku yang urakan. Ia malah ramah memberiku air minum. Bahkan mempersilakan mandi dan membuatkan aku segelas kopi. Sosok sederhana yang sangat bisa kujadikan "inspirasi".

Saat aku berlari sekarang dalam menuju pulang, aku kemalaman. Hari sudah gelap dan bayanganku adalah mencari posisi gudang Bulog itu.
Alhamdulillah akhirnya ketemu. Aku pun bergegas masuk ke dalam.
Huff alangkah senangnya bisa bertemu Kang Uyuh kembali. Kang Uyuh pun tersenyum dan menyambut ramah. Aku pun diizinkan untuk bermalam.

Siapakah Kang Uyuh?
Aku kaget bukan kepalang saat seorang satpam bercerita tentangnya. Kang Uyuh hanya seorang tukang sapu namun pribadinya sangat ramah dan sopan.
Bahkan kepala gudang Bulog di sini sangat sayang padanya.
Kang Uyuh tak hanya ramah dengan karyawan, kuli, atau satpam tempatnya bekerja tapi dia juga ramah dengan orang gila.
Kerap dia menawarkan makan pada orang gila jika ada yg istirahat di depan pagar gudang Bulog.

Pantas saat aku sedang duduk, seorang gila masuk ke dalam hanya sekedar mencium tangan Kang Uyuh. Huff nggak habis pikir aku. Aku bersyukur di petualanganku kali ini aku dipertemukan dengan orang yang bisa membuka mata hati ini lebih, melihat tentang keramahan.

Semoga Kang Uyuh diberikan kemudahan. Diberi kesehatan yg bagus dan keberkahan dalam hidup.

Saat pagi menjelang setelah menginap semalam, aku pamit padanya dan berterima kasih banyak atas kebaikannya kepadaku. Akupun kembali melanjutkan perjalanan lagi menuju Jakarta.

Singkatnya, di 2 hari sebelum masuk Jakarta, selama perjalananan berlari antara Karawang Bekasi, di saat rest aku intens menghubungi temanku yg disaat dlm perjalanan berangkat dari Jakarta dia memberi tumpangan tidur.
Aku selalu memberi tahu posisiku berada. Karna di detik2 terakhir perjalananku ini, aku ingin kembali menginap dirumahnya. Bersantai dan bercerita semua pengalaman di perjalanan. Aku juga memintanya untuk memapakku menjelang aku memasuki kota Bekasi.

Hari itu hari Jumat. Sebenarnya aku bisa saja lebih cepat sampai Bekasi. Namun karna sebagai lelaki aku harus menunaikan kewajiban sholat Jumat, maka tatkala aku tiba di Cibitung, yg di pinggir jalannya terdapat sebuah mesjid besar, aku putuskan utk berhenti total utk istirahat siang hari.

Walau hari masih menunjukan pukul 11 kurang, aku berpikir  aku bisa lebih melepas lelah dgn baik dan bisa istirahat lebih lama. Akupun langsung melepas lelah, merebahkan diri di lantai halaman mesjid sambil menunggu keringatku reda dan menunggu waktu sholat Jumat tiba.

Sungguh di hari detik terakhir perjalanan panjangku ini, aku bisa berisitirahat lebih lama dan nyaman. Aku juga bisa menumpang mandi membersihkan dan menyegarkan badan dari kepenatan selama perjalanan. Setelah itu menghadap sang Maha Kuasa, menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim.
Bersujud kepada Zat yg paling hebat. Yg menentukan hidup manusia. Tak lupa aku selalu bersyukur atas segala perlindungan Nya selama aku melakukan perjalanan lari ini.

Bagiku perjalanan ini adalah perjalanan yg tak masuk akal dan sangat amat sulit utk seorang seperti aku yg tak pernah berlari jauh. Untuk itu aku wajib mengakui bahwa keberhasilan perjalanan yg kulakukan ini tak lepas dari kebaikan Nya yg telah memberiku kesehatan dan kekuatan fisik yg baik hingga aku bisa melewati dan melakukan perjalanan yg diluar kemampuanku ini dgn baik. Ttanpa sebuah halangan hebat yg bisa membuatku gagal melakukan misi perjalanan ini.

Setelah solat Jumat, aku masih beristirahat di halaman mesjid. Aku masih  ingin menunggu hingga terik matahari sedikit berkurang. Aku juga meluangkan waktu dgn mencari makan siang agar tenagaku kembali pulih.

Menikmati di detik terakhir perjalanan dgn bersantai dan bermalas malasan adalah yg paling indah utk nuansa perjalanan yg hampir selesai.

Jam 2 siang lebih kulihat  dari jam tanganku. Istirahat kuanggap cukup. Aku kembali melanjutkan berlari menuju Bekasi. Temanku kukabarkan agar dia siap menyambutku di dekat terminal dan memesan beberapa kemasan gelas air dingin utk menghilangkan dahaga.

Aku berlari penuh semangat. Iringan lagu ku pilih dgn lagu2 yg bisa menambah semangatku bergairah.
Ku terabas lalu lintas yg padat. Berlari dalam kemacetan di antara kendaraan yg berjejer. Aku terus berlari!

Dan ketika jarak sudah mendekati terminal, aku berlari lebih santai menantikan temanku yg memapak.
Begitu temanku terlihat, aku langsung menengadahkan tangan mengisyaratkan minta air dingin lalu terus berlari dikawal temanku yg mengendarai sepeda motor menuju rumahnya. Menuju peristirahatan yg kuanggap nyaman utk malam terakhir menjelang aku pulang ke rumahku di Sunter, Jakarta Utara.


Malam itupun aku merasakan hari yg paling indah dimana aku kembali ke rumah temanku. Tempat dimana di saat perjalanan keberangkatan beberapa hari lalu aku mengalami muntah dan terpaksa rest di sini sehingga aku tak mampu meraih jarak yang sesuai dgn jarak yg direncanakan.

Aku bisa istirahat dgn santai sambil mengotak-atik komputer temanku, membuka internet, dan online efbi. Aku mengabarkan posisi terakhir ini. Di malam terakhir yg indah yg membuatku bahagia telah menyelesaikan perjalanan yg susah ini.

Di malam itu juga aku sempatkan berbonceng motor ke sebuah warung angkringan utk menikmati nasi kucing, sate telor, sate usus dan segelas kopi hangat. Sungguh itu adalah malam terakahir dari perjalananku yg paling asyik yang bisa kunikmati.
Dan ketika mata mulai mengantuk, aku bisa menutup mata dgn rasa lepas dan damai.

*Ke Markas Avtech*

Esoknya sebelum berlari menuju rumah, aku dan temanku mencari sarapan nasi uduk. Sebuah menu pagi yg kudambakan. Sarapan yg tak pernah kujumpai selama perjalanan di tempat lain. Sebuah sarapan pagi yg kerap kurasakan di rumah ku. Menu sarapan pagi yg merupakan salah satu kesukaanku.

Setelah itu aku pamit pada temanku dan berterimakasih karena telah menjamuku diantara keberangkatan dan kepulangan. Juga bisa menjadi teman yg baik di sisa hidupku.

Aku pun mulai berlari kembali melanjutkan perjalanan pulang menembus hiruk pikuknya kesibukan jalan raya. Kebisingan kendaraan yg penuh dgn polusinya.
Aku berlari dgn sangat semangat dgn iringan musik rock. Musik keras yg selalu menghentakkan langkah kakiku lebih kuat tanpa merasa lelah.

Hanya ketika memasuki wilayah Kelapa Gading langkah lari kupersantai. Bahkan aku berhenti sejenak utk istirahat dan kembali mencari makan guna menambah tenaga agar lebih bergairah.
Setelah itu kembali berlari menuju markas Avtech sebelum menuju rumahku.
Di markas Avtech kusempatkan melapor tentang perjalanan lariku yg telah selesai. Bagiku singgah di sini adalah kewajiban karna avtech adalah pendukung peralatan perjalananku yg setia. Di mana di setiap perjalanan2 yg kulakukan produk ini selalu mendukung diriku.

Aku juga berusaha loyal dgn produk ini dan menjaga persahabatan dgn empunya. Laporan kecil aku telah tiba cukup melalui pengambilan gambar dari kamera karyawan avtech. Sedangkan foto2 perjalananku dan tulisan akan menyusul setelah aku tiba di rumah.

Cukup lama aku singgah di sini sekaligus beristirahat dan minta traktir sebungkus nasi padang dan udut 234.

Ketika hari telah sore aku baru berlari lagi menuju rumah yg jaraknya hanya 3 km lagi. Ya jarak rumahku dgn markas avtech memang tak terlalu jauh. Kami masih sama satu kelurahan, hanya beda RW saja. Dan itulah yg membuatku kerap main ke sini tatkala aku sedang senggang waktu dari rutinitas keseharianku.
Bahkan saat tulisan terakhir ini ditulis, aku mengetiknya di markas avtech, sambil menikmati segelas kopi dan suasana sejuknya ruangan counter ber-AC.

*Alhamdulillah tiba dengan selamat di rumahku*

Tiba dirumah, aku langsung menggeser pagar halaman. Ibuku sudah berdiri di depan pintu. Rupanya ibuku sudah menunggu dari tadi sejak kukabarkan kalau aku sedang singgah di avtech.
Aku langsung mencium tangan ibu dan mencium kanan kiri pipinya.
Hanya sambutan seperti ini yg kudapat seperti ketika aku pamit utk berangkat. Cium tangan dan cium pipi ibuku tercinta.

Bagiku tak ada perjalanan yg bisa membuatku tenang tanpa pamit dari orangtua.
Dulu saat bapakku masih hidup, aku paling lama minta pamit dari beliau. Selalu saja terbesit berat meninggalkan orangtua.
Bahkan kadang di saat aku sudah meninggalkan rumah sekitar 1 km pun, aku kadang kembali balik arah ke rumah utk pamit lagi dan cium tangan bapak ibuku.

Ah sungguh hati ini memang lemah. Aku yg berambut gondrong, urakan, dan telinga di tindik anting yg banyak dgn gaya lelaki berandalan ternyata masih tak kuat menahan kesedihan dan berat hati jika utk memulai sebuah perjalanan, meninggalkan orangtua yg kucintai.

Padahal selama hidupku, jujur aku adalah seorang yg nakal. Yg kerap melawan orangtua. Namun jauh di dalam hatiku, aku adalah orang yg sangat mencintai kedua orangtuaku.
Itulah yang menyebabkan aku tak bisa melakukan sebuah perjalanan yg memakan waktu sangat lama hingga bertahun seperti petualang2 dunia walau sebenarnya ada  keinginan utk itu.

Tak ada yg lain, tak ada perayaan yg istimewa dengan keberhasilanku menuntaskan petualangan tahun ini.
Tak ada sambutan meriah dari perjalanan gila yg kulakukan ini.

Sebuah perjalanan yg di luar batas kemampuanku.
Perjalanan yg membuat semangatku kendur.
Perjalanan yg membuatku cedera berat dua kali.
Perjalanan sulit yg tak pernah dilakukan pelari lain.
Perjalanan seorang diri tanpa bantuan kawalan orang lain.
Perjalanan yg menurutku adalah perjalanan paling susah di antara perjalanan2 yg pernah kulakukan!

Alhamdulillah akhirnya perjalanan ini bisa selesai dgn baik. Bisa  selesai sesuai dgn harapanku.
Hanya keyakinan yg membuatku bertahan dari segala halangan selama perjalanan yg memakan waktu 48 hari itu.

Lebih jelasnya, perjalanan ini adalah perjalanan yg tak bisa lepas dari campur tangan Nya.
Sebuah perjalanan yg sebelumnya tak pernah kulakukan dalam keseharianku.
Jujur, hanya DIA lah yg telah memberi kemampuan dan fisik yg bagus sehingga aku berangkat dan pulang dgn selamat.

Terima kasih ya ALLAH.
Hanya Engkaulah yg menguasai anatomi tubuh ini
Dan hanya Engkaulah yg Maha Kuat dan Hebat.

Aku hanyalah manusia yg lemah yg tak punya kemampuan apa2.
Yg hanya hebat dalam membuat kesalahan2 dalam kehidupan ini.
Izinkan aku kelak utk bisa mempunyai pikiran2 yg jernih agar aku bisa menghikmah kehidupan ini dgn baik.
Izinkan pula aku bisa mentaati ajaranMU, bertaqwa, dan meninggalkan nafas ini dalam keadaan husnul khotimah.

Perjalanan tahun ini usai sudah. Namun perjalanan2 lain yg kurencanakan masih banyak.
Aku masih ingin berpetualang.
Aku masih ingin berkomitmen dgn dunia petualangan. Dunia yg sgt kucintai ini.
Semoga ke depannya dari petualangan aku bisa menjadi seorang yg lebih bijak dan lembut hati.
Aku hanya ingin menjadi setangkai bunga dan seperti shaun the sheep...


Ditulis di Jakarta, tanggal 3 Agustus 2014


Iwan thanks for :

- ALLAH SWT yg MAHA HEBAT
- Muhammad SAW manusia paling mulia
- Ibuku tercinta
- Almarhum bapakku tercinta
- George Leigh mallory, anakku tercinta
- Kuwat slamet abangku
- Yudi kurniawan avtech
- Devin ( terima kasih spesial sepatunya )
- Teman teman yg sudah mensuport dgn membeli kaosku
- Dharma mawan bekasi
- Kang uyuh patokbeusi
- Balai diklat depkeu cirebon
- Endung losari
- Reno dan hanunk pekalongan
- mapala kanpas
- wapeala
- Dwi cahyo demak
- Sholeh darmawan dan istri,  rembang
- Feri gresik
- Teman teman pelari surabaya
- Taufik surabaya
- seorang bapak pengendara sebuah mobil
- 5 punakawan : Demo, Lento, aripin, sandi dan balung
- Adris ngawi
- malimpa
- Botak malimpa
- Balai diklat depkeu yogya
- Mapasuri purworejo
- League
- metro tv
- jawa pos
- Pundak, dengkul, betis dan anggota tubuh yg mendukung
- mesjid yg kusinggahi
- spbu yg kusinggahi
- Restoran padang yg halamannya menjadi tempat ku bermalam
- PLN kandanghaur ( keramahan yg hebat )
- Tas bodypack avtech yg menemaniku selama perjalanan
- Orang gila yg kutemui selama perjalanan, kalian masih guru hebatku
- Hp bututku
- Kentut indahku
- Jalan raya yg kucintai
- Hayalan cinta ujung gang
- Polusi dan kesemrawutan kendaraan sepanjang jalan
- Waktu senggang yg membuatku berdiri dari kemalasan
- dan lain lain yg mungkin aku lupa utk mengingat

3 comments:

Anonymous said...

mantap sekali mas iwan.

Unknown said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Unknown said...

Keren !!